Jum. Des 13th, 2024

Bukti otentik kebenaran adalah kebaikan. Semakin dekat seseorang dengan kebenaran mutlak, semakin luas spektrum kebaikannya. Dan ciri paling menonjol sebuah kebaikan adalah manfaatnya. Sebaik-baik orang adalah yang paling banyak manfaatnya.

Era medsos membalik 180 derajat kaidah di atas. Seolah-olah, yang paling baik adalah yang paling benar. Antar kebenaran dibenturkan. Buahnya sudah pasti bukan manfaat, melainkan ngotot-ngototan, menang-menangan, adu benar. Kalau sudah adu benar, yang ada malah mudharat (kerusakan). Derajat paling ringan sakit hati, paling berat hilangnya nyawa. Ampun dije.

Lha, bukannya ada ajaran agama yang memerintahkan untuk mencegah kemungkaran ? Terkait ini, guru saya pernah berpesan begini, “Dar, coba kamu perhatikan seksama, setiap perintah (saling) mencegah kemungkaran selalu didahului dengan (saling) memberikan kebaikan. Maksudnya, dengan (saling) memberikan kebaikan, maka keburukan akan tercegah dengan sendirinya. Sama halnya ketika kamu sibuk dengan kebaikan, tak mungkin secara bersamaan kamu sibuk dengan keburukan”

Oleh sebab itu, jika memang Anda lebih suka adu benar, jangan pernah mengharap respon balik berupa kebaikan. Satu kebaikan berupa senyuman jauh lebih baik daripada seribu kebenaran yang disampaikan dengan urat pelipis yang meronta-ronta.

By QFA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X