#Part1
Dalam beberapa kesempatan saya kadang termenung pada diri melihat kondisi negeri-bangsa ini tak terkecuali daerah saya Kabupaten Muna. Daerah yg butuh banyak pembaharuan dan pengembangan yang lebih produktif, efisien, dan ekonomis atas potensi-potensi yg dimilikinya. Tentunya akan banyak surga yg bisa dikembangkan dari tanah tercinta kelahiran kita bersama Kabupaten Muna. Namun, untuk pengembangan Kabupaten Muna yg lebih maju dan dapat memutar rupiah dengan mudah, saya pribadi lebih berat memilih pada sektor “Pertanian dan Perkebunanlah ditambah Perikanan yg mampu menggerakkannya, tanpa menafikkan potensi lainnya.
Alasan pribadi memilih demikian karena selain berurusan dengan masalah utama hidup rakyat yakni persoalan perut, potensi besar itu kita miliki. Penjelasan detail data ini dapat kita temukan di Badan Pusat Statistik serta Dinas Pertanian dan Perkebunan/Perikanan langsung terkait seberapa besar sebarannya. Tak terkecuali pada pola hidup masyarakat Kabupaten Muna pra pemerintahan modern. Atau mungkin pada satu waktu kita bahas terpisah soal itu.
Diluar validasi data ini, proyeksi pengembangan Pertanian dan Perkebunan serta Perikanan tersebut baiknya mendapat perhatian penting bagi setiap masyarakat Kabupaten Muna terkhusus pemangku jabatan saat ini. Gotong Royong atau Pokadululah yang dapat kita andalkan sebagai kekuatan besar bersama untuk membangun pengembangannya. Di sisi ini kita dapat melakukan pembagian peran pengelolaannya. Rakyat sebagai pelaksana lapangannya, mahasiswa/siswa dapat berperan dalam kajian ide kreatifitasnya baik itu pra panen ataupun pasca panen yg meliputi banyak hal seperti inovasi produk, packaging, teknik pemasaran juga lainnya. Dan pemerintah dapat masuk pada penyedia plot anggaran, fasilitas pemasaran seperti Koperasi Daerah/BUMD atau sejenisnya ditambah regulasi Kebijakan Daerah atau Otonomi Daerah.
Sederhananya mahasiswa sebagai penyedia ide dan inovasi dapat membuat lebih optimal dan efisen pelaksanaan dilapangan. Contoh gagasan pasca panen terkait inovasi olahan produk yang dulu sempat terbesit dalam diri terkait “BARAKATI”, Minyak Goreng Hasil olahan Kelapa Daerah yg di perlu Scale Up. Atau Sayuran Berkualitas Khas Daerah yg dipakacging seindah dan setahan mungkin laiknya di pasaran modern. Dan contoh-contoh lainnya yang kita bisa gali lebih dalam kepada mahasiswa/i Muna yang peduli terhadap daerah tercintanya.
Pada proses ini dapat di bantu fasilitasi oleh Pemerintah Daerah sesuai penempatan kerja dinasnya terutama dalam masalah inovasi produk oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Muna yang bagi saya pribadi hingga hari ini belum terlihat tajinya. Hasil dari produk tersebut kemudian di masukkan ke Koperasi Daerah/BUMD dalam pengelolannya dengan Akad Bagi Hasil yang persenannya sesuai kesepakatan kedua bela pihak. Oleh Otonomi Daerah, setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) di wajibkan membeli produk tersebut per setiap bulan/tiga bulannya (sesuai kesepakatan regulasi). Jika ada kelebihan dari putaran kebutuhan lokal daerah maka dapat dilakukan ekspansi penjualan.
Misal membuka Outlet BUMD/Koperasi tersebut di luar daerah contoh Kendari, Jakarta dan daerah penghuni masyarakat Muna terbesar lainnya dengan membawa branded lokal “Mai Te Wuna, Cinta Produk Lokal Daerah”. Atau dapat dipasarkan di tempat potensial dengan pakacging sendiri tentunya. Seperti saat Bupati/Pejabat ingin ke luar kota maka dapat membawa produk itu untuk kemudian diperkenalkan dalam model pemberian atau hadiah sebagai pola awal pemasaran atau pasar lain yang memiliki peluang penjualan lebih besar. Hasil yang didapat dari penjualan produk tersebut bisa dilakukan pembagian baik itu untuk masyarakat atau pemerintah daerah sesuai akad awal yang disepakati.
Pada praktek lapangannya, terkait pengembangan ide dan inovasi produk atas kontribusi saya untuk Muna, saya pernah menginisiasi Kelompok Ilmiah Remaja Kabupaten Muna di bawah naungan Rumah Hijau Indonesia. Kelompok Karya Ilmiah ini berisikan anak-anak Remaja baik itu SMP/SMA dengan agenda inovasi berupa proyek-proyek ilmiah. Saya mengajak mereka berpikir bagiamana potensi alam daerah terutama Pertanian/Perkebunan ini bisa berkembang. Akhirnya mereka berupaya menghadirkan inovasi “Cookies Kelor” yg sempat di persentasekan ke Kepala Dinas Pertanian dan Perdagangan Kabupaten Muna. Hingga mendapat apresiasi berupa dipinjamkannya Mesin Oven Pengering untuk membantu pengembangan prosesnya. Akan tetapi pada perjalanannya mengalami kendala sebab mereka harus melanjutkan pendidikan satu level di atas status mereka saat itu.
Disisi lain, sewaktu saya masih menetap di Raha dan diamanahkan untuk mengajar di STIP Kabupaten Muna, saya melihat STIP ini punya potensi yang sangat besar untuk di kembangkan. Kebetulan saat masih kuliah di Universitas Muhammadiyah Surakarta, saya turut membantu dalam program akreditasi kampus. Salah satu point didalam akreditasi kampus adalah prestasi dan kontribusi mahasiswa di masyarakat yg masih dalam prinsip Tri Dharma Perguruan Tinggi. Mimpi dan target saya saat mengajar di STIP Kabupaten Muna adalah bagaimana mengangkat nama STIP Muna agar dapat dikenal sebagai kampus yg juga punya posisi tawar yg besar di Kabupaten Muna tak terkecuali Sulawesi Tenggara.
Langkah awal yg saya bangun adalah membentuk pola pikir mahasiswa agar dapat memiliki prestasi dan kontribusi terhadap masyarakat terutama pengembangan kampus. Ilmu dan pengetahuan yang mereka dapat dibangku kuliah bisa wujud dan bermanfaat pada diri tak terkecuali orang lain. Akhirnya saya bantullah beberapa dari mereka yang tertarik untuk dapat menggali ide, mempraktekkan ide, dan menungaknanya dalam bentuk tulisan berupa Karya Ilmiah atau Jurnal yg kemudian dapat ikut sertakan lomba juga pameran lokal, nasional bahkan internasional. Tak hanya itu tentunya, penggalian ide itu bisa dimasukkan dalam praktik kuliah kerja nyata (KKN) yg dapat berefek langsung pada masyarakat. Otomatis ketika mahasiswa/i ini dapat mencapai prestasi itu dan terlihat kontribusinya di masyarakat serta masuk dalam pemberitaan lokal maupun nasional, maka nama kampus dan juga pribadi mahasiswa tersebut dapat terangkat posisinya.
Akan tetapi kontribusi yang coba saya berikan itu hanya berbatas waktu karena keadaan yang memaksa. Saya yang kemudian mendapat panggilan untuk bekerja di luar Kabupaten Muna (Kendari) akhirnya menjatuhkan pilihan lebih dulu padanya karena ada tuntutan emosional kepada orang tua yang harus saya bayar. Serta persiapan masa depan yang harus saya susun tangganya, di mulai dengan mengumpulkan “Uang Panai” hehehe.
Akhirnya hari itu saya pun melangkahkan satu kaki saya ke pulau sebelah untuk menjawab derasnya arus kehidupan.
*bersambung