1. Bahwa, diuraikan 2 (dua) pandangan tentang PANCASILA. Yaitu :
a. Pancasila hasil penghitungan suara Pemilu 2014/2019. Yaitu tulisan lima sila dalam pembukaan UUD 1945. Tanpa makna, tafsir, haluan dan hakikat perwujudannya ditambah rumusan hasil pemikiran di ruang private.
b. Pancasila sebagaimana dimaksud “[{Agenda Presiden RI No: 197P-YRS0C4 (hasil Pemilu 2014/2019)} / {ASPOL}]” a quo. Yaitu :
i. Satu paket [(lima sila dalam pembukaan UUD 1945, pembukaan dan seutuhnya UUD 1945) dengan segala tindak lanjut/ akibat hukum/ interaksi/ perwujudannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di NKRI].
ii. Pokok inti [romawi i)] adalah Jati diri WNRI. Jati diri NKRI. Jati diri Pemerintahan Negara Republik Indonesia. Jati diri Kedaulatan Hukum Negara Republik Indonesia dengan konstitusi UUD 1945 [In casu, SAH di ruang publik/ hukum publik yaitu {ditetapkan PPKI tanggal 18 Agustus 1945 jo Dekrit Presiden RI 5 Juli 1959 jo Amandemen I Tahun 1999 jo Amandemen II Tahun 2000 jo Amandemen III Tahun 2001 jo Amandemen IV Tahun 2002 jo (ASPIRASI POLITIK/ Kedaulatan Rakyat a.n. Bapak Mujais pada/ hasil Pemilu 9 April 2014 jo Amandemen Kelima dan Integrasi Presiden RI hasil PEMILU 2014 oleh tindakan a.n. MPR RI-lembaga tertinggi Negara RI, Demi Hukum yaitu TAP MPR RI No: XXVII/MPR.RI/2017 tgl 1/5/2017 jo No: XXIV/MPR.RI/2017 tgl 6/4/2017)} jo {tindakan Kewenangan Subyektif rakyat (masing-masing) c.q. a.n. Qadaruddin FA, tgl 20/10/2019}].
iii.Pancasila dengan makna, tafsir, haluan dan perwujudan de jure de facto [romawi i) dan ii)] a quo, selanjutnya cukup disebut “[Pancasila haluan (Supremasi Keadilan dan Bangsa Manusia)]”. Sebagaimana “Surat a.n. Qadaruddin FA, STP, M.S.c. tgl. 19/9/2021 (2 lampiran)”. Inkrah, final, mengikat segenap bangsa Indonesia pada [{20 Oktober 2019/ 2014}/ {17 April 2019/ 9 April 2014}/ {17 dan 18 Agustus 1945/ 13 Mei 1975/ jaman azali}].
iv. Surat a.n. Qadaruddin FA, STP, M.S.c. tgl. 19/9/2021 (2 lampiran) a quo, pada pokoknya adalah “[(Surat a.n. Qadaruddin FA, STP, M.S.c. tgl. 14/5/2021 jo Surat a.n. Qadaruddin FA, STP, M.S.c. tgl. 8 dan 17/4/2019) jo {NASKAH ASPOL (Berita Acara Kedaulatan Rakyat a.n. Bapak Mujais pada Pemilu 9 April 2014 di TPS 18 Sukun Malang tgl 9 April 2014 / Surat KPU a quo)}]”.
v. Pokok inti [Agenda Presiden RI {romawi i), ii), iii) dan iv)] a quo adalah satu paket “[(PANCASILA dan Presiden RI) / (BAB IV/ BAB II)]” a quo. In casu, satu-satunya hasil Pemilu 2014/2019 c.q. Pemilu 2019 yang SAH.
2. Bahwa menunjuk [angka 1 (satu) huruf b] a quo :
a. [PANCASILA {angka 1 (satu) huruf b] a quo adalah satu-satunya PANCASILA yang SAH berdasarkan [UUD 1945 jo hasil Pemilu 2014/2019]. Termasuk/ tidak terbatas wujud pada/ sejak tempos 20 Oktober 2019 yaitu “satu paket [(Pancasila dan Presiden RI) jo Revolusi a quo]”, dan cukup disebut PANCASILA.
b. Pada dasarnya, inti tafsir/makna/wujud/haluan “PANCASILA” a quo adalah :
i. “KONSENSUS BERSAMA (MUFAKAT)” hidup berbangsa bernegara di/ dengan wilayah hukum NKRI yaitu satu paket “Presiden RI / Wakil Presiden RI, Pancasila dan UUD 1945” yang ditetapkan 18 Agustus 1945 oleh PPKI sebagai “HUKUM PUBLIK” dengan segala tindak lanjut/ akibat hukum/ interaksi dan perwujudannya hingga pemilu 2014/2019. In casu, konsensus bersama merupakan bagian dari makna/ tafsir/ haluan dan perwujudan (nilai) PANCASILA itu sendiri, selain SAH, ADIL, JUJUR dan BENAR [sebagaimana surat a.n. Qadaruddin FA tgl 22/5/2021 dan 19/9/2021].
ii. [romawi i)] disebut “DASAR [NEGARA (Pemerintahan Negara RI)]”. Syarat sah tindakan a.n. negara (syarat mutlak) / syarat sah produk-produk a.n. kekuasaan Negara c.q./ termasuk a.n. Presiden RI, MPR RI, DPR RI, DPD RI, fiskal/ moneter, eksekutif dan penegakan hukum/ kehakiman (penyidik/ jaksa/ hakim lingkup POLRI/ KPK/ Kejaksaan RI/ Mahkamah Agung RI c.q. PN Kab/ Kota dan Mahkamah Konstitusi RI). In casu, pada pokoknya :
(1). Setiap tindakan/ produk hukum atas nama negara sejak 18 Agustus 1945 yang tidak sesuai PANCASILA, batal demi hukum. Pada pokoknya tidak sah berlaku di wilayah hukum NKRI. Bahkan putusan lembaga internasional sekalipun tidak sah melawan/ bertentangan dengan PANCASILA (tidak sah diberlakukan di wilayah NKRI).
(2). Setiap tindakan/ produk hukum atas nama negara sejak 18 Agustus 1945 yang sesuai PANCASILA, SAH demi hukum.
(3). [Angka (1) dan (2)] a quo adalah WUJUD berdasar PANCASILA.
c. Selanjutnya, [huruf (a dan b)] a quo cukup disebut satu paket “[{Sistem Pemerintahan Negara RI dan Presiden RI} / {Pancasila (konsensus bersama haluan supremasi keadilan dan bangsa manusia) dan Presiden RI}]”. In casu :
i). Makna, tafsir, haluan dan perwujudan [PANCASILA (SISTEM) hasil Pemilu 2014/2019 (Agenda Presiden RI No: 197P-YRS0C4)]” a quo adalah ideologi budaya hidup bersama bernegara. Ideologi PANCASILA a quo merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sebagai bangsa manusia (philosopische grondslag) bagi penyelenggaraan Pemerintahan Negara Republik Indonesia dengan wilayah hukum NKRI (pembukaan, pasal 1, 25, 33, 29 UUD 1945, Deklarasi Djuanda 1957, United Nations Convention on the Law of the Sea/ UNCLOSS 1982, UU No. 43/2008 tentang Wilayah Negara, UU No. 32/2014 tentang Kelautan) dan dalam pergaulan intenasional (mengikat setiap perjanjian internasional).
ii). Siklus tata nilai kehidupan bersama bangsa Indonesia (bangsa manusia) di wilayah hukum NKRI dan dalam pergaulan dunia Internasional berdasarkan PANCASILA a quo disebut “PANCASILA sebagai VALUE SYSTEM (sistem nilai)”. Inkrah, final, mengikat segenap bangsa Indonesia dan internasional c.q. Perserikatan Bangsa-Bangsa pada [{20 Oktober 2019/ 2014 (9 April 2014/ 18 Agustus 1945/ 13 Mei 1975)}] berdasarkan [{Agenda Presiden RI a quo jo UU HAM No: 39/1999 c.q. Agenda Komnas HAM RI No: 106.059 (17/12/2015) jo 110.842 (9/8/2016)} dan {DUHAM 1948 (UU 11/2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights dan UU 12/2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights)}], Demi Hukum.
d. Makna, tafsir, haluan dan perwujudan PANCASILA [huruf (a, b dan c)] a quo telah tersampaikan pada segenap bangsa secara berkelanjutan sejak tahun 2014 (demi hukum) dan telah tersampaikan kepada dunia internasional (demi hukum) lebih dari 3 (tiga) kali, terakhir dengan surat a.n. Tryas Munarsyah ST. tgl 15 Januari 2022 c.q. tersampaikan melalui Menteri Luar Negeri RI Dra. Retno Lestari Priansari Marsudi, LL. M.
e. [PANCASILA (huruf d)] a quo, pada pokoknya adalah :
i). Satu paket “[{Pancasila (sistem) dan Presiden RI} jo REVOLUSI a quo]” hasil Pemilu 2014/2019. Cukup disebut PANCASILA itu sendiri, yaitu [termasuk fakta hukum publik pada/ sejak tempos 20 Oktober 2019 (BAB II)].
ii). [PANCASILA {romawi i)}] a quo, pada pokoknya/ secara sederhana adalah :
(1). [Pembukaan, pasal 1, 29 ayat (1), 33, 27 UUD 1945 jo Pasal 2 UU 48/2009]. Dengan sebutan sederhana mandat ASPOL adalah “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa (PANCASILA)”. In casu :
(a). Sebagaimana/ dengan BUKTI [{tindakan pencoblosan suara yang dilakukan Bapak Mujais di TPS 18 Kel Sukun Kec Sukun Kota Malang pada Pemilu 9 April 2014 (satu kesatuan dengan mandat/ hak/ kehendak kedaulatan rakyat a.n. Bapak Mujais atau ASPOL)} / {Berita Acara tgl 9 April 2014 / Surat KPU No: 172/ KPU.Kota.014.329991/V/2014 tgl. 8 Mei 2014}]. Dengan sebutan “Negara/ Pemberdayaan berdasar atas Ketuhanan YME”.
(b). Makna/ tafsir/ haluan dan perwujudan terakhir [huruf (a)] a quo adalah Agenda Presiden RI No: 197P-YRS0C4 a quo.
(2). Pokok inti [Agenda Presiden RI {angka (1)} / romawi i)] a quo :
(a). Satu paket “[{Presiden RI c.q./ termasuk integritas/ jati diri individu yang sah selaku Presiden RI, penyidik/ jaksa/ hakim adalah jati diri sebagai manusia (AKU INI HIDUP/nama masing-masing)} dan {Pancasila haluan Supremasi keadilan (Ekonomi Pancasila, Sistem Presidensiil dan SI MPR RI) dan Revolusi Jati diri WNRI sebagai bangsa manusia}]”. HUKUM PUBLIK.
(b). Bahwa :
1). Bagian [huruf (a)] adalah “pasal 29 ayat (2), pasal 1 ayat (2) UUD 1945 [termasuk UU 39/1999, UU 11 dan 12/2005)]”.
2). Salah satu bagian [angka 1)] a quo hasil Pemilu 2014/2019 adalah jati diri bangsa manusia [{AKU INI HIDUP/ URIP (nama masing-masing)} / {GAMI BUDI MADEG SAWIJI MARANG INGSUN} / {AGAMA PRIBADI (yakin/ percoyo marang jati diri/ pribadi diri sendiri)}]. Wujud lainnya :
a). Enam agama [islam, kristen/ nasrani (katolik dan protestan), hindu, budha dan konghucu (Kemenag RI)].
b). Sekitar 187 keyakinan dan kepercayaan pada Tuhan YME [Kemendikbud dan/ atau Kemendagri].
c). Lainnya sesuai dengan kepercayaan/ keyakinan masing-masing warga negara a quo.
3). [angka 1) dan 2)] adalah HUKUM PUBLIK yang melindungi tindakan / hukum private. In casu :
a). Ruang private a quo, pada pokoknya wujud HAM/ Kedaulatan Rakyat dengan nama masing-masing.
b). Bahwa, “Garis lurus haluan PANCASILA (Supremasi Keadilan/ bangsa manusia)” atas private, dibedakan :
i. Hak Asasi. Pada pokoknya, sak penake/ sak karepe dewe/ sewenang-wenang/ njaluk menange dewe. Sebatas menuruti hawa nafsu/ akal akalan dan mensifati hewan. Bukan bangsa manusia [{tidak mengetahui/ tidak mengenal jati diri sebagai manusia (tidak ada kesadaran sebagai manusia)} / {menuntut hak tetapi lupa tanggung jawab/ kewajiban}]. “DEMOKRASI/ liberal”.
ii. Asasi Manusia. Yaitu mengerti/ mengetahui/ mengenali dan menyadari jati dirinya sebagai BANGSA MANUSIA. Terdapat nilai kebenaran sejati (kebenaran mutlak) yang paling asasi sebagai manusia. Yaitu percoyo/ iman/ yaqwa/ ngelungguhno ASMO. Yaitu ngelakokno JASAD kelawan [ASMO {Mas/ Mbak namaku (sebutan bagi hidup/ kehidupan manusia)}]. Perwujudan atas iman/ taqwa pada ASMO a quo adalah salah satu budaya hidup di muka bumi (c.q. wnri) sebagai manusia. ASMO merupakan pondasi (revolusi) hidup/ kehidupan diri sendiri (keyakinan yang presisi hingga menghadirkan kehidupan/ budaya hidup saling kasih sayang, toleransi, saling membantu/ gotong royong, saling menghormati, saling menyadari, mengetahui hak, tanggung jawab/ kewajiban beserta batasannya sebagai bagian wujud nilai ADILUHUNG sebagai bangsa manusia warisan leluhur agung NUSANTARA) dengan sebutan universal adalah [PANCASILA (sistem nilai)] a quo. Jika terjadi perbedaan sikap/ pendapat/ tindakan : Pertama, apabila perbedaan a quo bagian/ masuk kategori kepentingan publik, seluruh pihak wajib saling berupaya mengambil keputusan secara musyawarah mufakat/ konsensus bersama (termasuk jika bersepakat diselesaikan dengan voting, yang penting mufakat voting). Kedua, apabila perbedaan a quo bagian/ masuk kategori kepentingan private (diri sendiri dan/ atau golongan), masing-masing pihak tidak sah/ tidak dapat/ tidak berwenang memaksakan kehendak diri/ golongan pada orang/ golongan lain (cukup dikerjakan oleh/ dalam/ pada diri sendiri/ lingkungan sendiri) dalam bingkai perlindungan hukum publik (PANCASILA / Agenda Presiden RI) a quo. Tidak sah/ tidak dapat bertindak RADIKAL/ memaksakan kehendak pada orang lain (walaupun ruang private), apalagi RADIKAL pada wilayah publik (kepentingan bersama bernegara). Yang dapat memaksa bertindak a.n. publik hanya NEGARA yaitu Kedaulatan Hukum Negara RI (Agenda Presiden RI). Inilah makna, tafsir, wujud, haluan dan wujud HAM hasil Pemilu 2014/2019 [Hak Asasi berdasar atas Ketuhanan YME (Agenda Presiden RI jo Agenda KOMNAS HAM RI) a quo)]. HAM [Hak Asasi berdasarkan PANCASILA (Ketuhanan YME)] a quo. Disebut “Demokrasi berdasarkan Pancasila (Ketuhanan YME)”.
iii. Bahwa [romawi i. / hak asasi], sebatas sah dalam ruang private karena dilindungi PANCASILA. Sesuai PANCASILA dalam pengertian private yang dijamin/ dilindungi PANCASILA a quo.
iv. Bahwa [romawi ii./ HAM], sah dalam ruang private karena sesuai PANCASILA dan dijamin/ dilindungi PANCASILA a quo.
v. Bahwa [romawi i.] dan [romawi ii.], tidak sah/ tidak dapat berbenturan satu sama lainnya [Pasal 28 J UUD 1945]. Pembatas jelas / tegas diantara keduanya adalah hukum publik (PANCASILA) hasil pemilu 2014/2019 yaitu Agenda Presiden RI a quo. Itulah makna, tafsir, haluan dan wujud Pasal 28 J dan 29 UUD 1945.
(c). Bahwa [huruf (a) dan (b)] a quo, pada pokoknya terdiri :
1). Aturan bagi tindakan PUBLIK [tindakan a.n. negara] yaitu aturan bagi penyelenggara negara.
2). Hukum publik yang melindungi private, meliputi :
a). Aturan / pembatasan tindakan private di ruang publik (kepentingan bersama tidak saling merugikan).
b). Aturan publik yang menjamin/ melindungi tindakan private (payung hukum bagi tindakan private).
c). In casu, diantaranya terdapat UU pidana (umum/ khusus) dan perdata (KUHAP, KUH Pidana, KUH Perdata), UU Ormas, UU Orpol, UU Pendapat di muka umum dan UU pidana khusus (tipikor, pencucian uang, narkoba, PIDEK, terorisme dll).
3). Selain dan selebihnya adalah hukum private yang timbul karena hubungan hukum legal standing sesana private.
(d). Pada pokoknya, sesuai PANCASILA pasti tidak melawan hukum dan tidak merugikan. Melawan hukum PUBLIK dan merugikan PUBLIK c.q. MAKAR, mutlak melawan PANCASILA. Melawan hukum PUBLIK dan merugikan PUBLIK selain (MAKAR dan ektra ordinary crime), sebatas tindak kriminal/ kejahatan sebagaimana diatur perundang-undangan. Demikian halnya tindakan melawan hukum dan merugikan private, sebatas tindakan kriminal/ kejahatan dengan sanksi/ hukuman sebagaimana diatur UU (termasuk tidak terbatas dengan suatu penyelesaian hukum adat/ kearifan lokal dll berdasarkan pasal 10 UU 48/2009 tentang kehakiman, yang dapat disebut alternative dispute resolution atau restorative justice). Intinya, hukuman penjara hanya bagi pelaku kejahatan yang melampaui batas (bukan sekedar salah/ bukan sekedar beda pendapat/politik).
(e). Selebihnya, terdapat mekanisme SI MPR RI a quo. Satu-satunya forum dialog kebangsaan (musyawarah) / tindakan a.n. negara yang sah/ konstitusional berdasarkan hasil pemilu (Agenda Presiden RI) a quo [berkali-kali dimohonkan sejak 2014 c.q./ termasuk “Dekrit Presiden” kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (Surat No: 21/Pemberdayaan/VII/2014 tgl. 23/7/2014) dan “Berita Acara Monev SI MPR RI tgl 9 Agustus 2016”].
iii). Siklus, hirarki dan wujud tatanan Pemerintahan Negara RI hasil pemilu 2014/2019 [{romasi ii) / i)} / {PANCASILA}] a quo c.q./ termasuk hirarki perundang-undangan adalah sebagaimana [“Surat a.n. Qadaruddin FA, STP, M.Sc tgl 19 September 2021, 22 Mei 2021, 14 Mei 2020, 8 (17) April 2019, Putusan tgl. 20 Oktober 2019” dan “Surat Bela Negara a.n. Tryas Munarsyah ST. dkk tgl 10 November 2021 dan 20 (17) April 2019”]. In casu :
(1). “Nilai/ kehendak private” tidak dapat/ tidak sah memaksakan kehendak pada “nilai/ kehendak publik”. “Nilai/ kehendak publik” wajib mendasarkan “mufakat bersama nilai/ kehendak private (segenap)”. “Nilai/ kehendak publik” tidak sah/ tidak dapat sewenang-wenang / dibenturkan pada “nilai/ kehendak private”. Bahwa “nilai/ kehendak publik” wajib menghormati/ melindungi “nilai/ kehendak private” pada garis lurus keadilan (tidak sah saling merugikan).
(2). Tanpa haluan Agenda Presiden RI a quo, wujud HAM sebatas hak asasi. Dan hanya dengan haluan Agenda Presiden RI itulah terwujud HAM. Pada pokoknya, ada hak asasi dan ada Hak Asasi Manusia.
(3). Sebagaimana [angka (2)], bahwa demokrasi tanpa haluan Agenda Presiden RI a quo, sebatas hak asasi (liberal). Dan hanya demokrasi berhaluan Agenda Presiden RI itulah terwujud [demokrasi PANCASILA (demokrasi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa/ demokrasi bangsa manusia)]. Demokrasi bhinneka tunggal ika (melekat kesadaran akan tanggung jawab/ kewajiban dan bukan sekedar hak). In casu, sebatas demokrasi (hak asasi) semata maka perilaku individu menjadi NIHIL value atau LIBERAL. Yang ada adalah nilai hak asasi (sak penake/ sak karepe dewe-dewe/ akeh-akehan bolo sing penting menang liyane tak pateni. Ora dilandasi kesadaran nggoleki benere-bener, podo menange/ menang kabeh). Cenderung jor joran adu bener, saling meniadakan satu sama lain dan mengancam persatuan/ kesatuan bangsa/ negara (bertentangan dengan sila ketiga bahkan dengan semua sila PANCASILA). Jika bertindak selaku pejabat, yang terjadi adalah bertindak otoriter/ sewenang-wenang. Jadi, [LIBERAL/ NIHIL NILAI (demokarasi/ hak asasi) semata] bertentangan PANCASILA. Demokrasi bangsa manusia adalah demokrasi yang dilandasi kesadaraan satu rasa tujuan hidup sebagai manusia dan Tuhan Yang Satu [HIDUP (URIP)].
(4). Melekat pada [angka (1), (2) dan (3)] a quo adalah adanya batas yang jelas antara UJARAN KEBENCIAN, mengatakan BENAR adalah BENAR dan mengatakan SALAH adalah SALAH bagi terwujudnya tujuan hidup sebagai bangsa manusia. Batasnya adalah BUKTI obyektif (bukan subyektif) hingga BUKTI kerugian FISIK. Batas lainnya adalah ruang publik atau private (terkait legal standing dan diijinkan / tidak diijinkan). Tidak dibenarkan suatu tuduhan/ putusan pidana sekedar dilandasi perasaan BAPER dan opini/ persepsi (walaupun a.n. saksi ahli sekalipun atau bukti yang diciptakan). Bahwa bagian dari bukti a quo adalah bukti ucapan/ ujaran itu sendiri. Sedangkan obyektifitas atas bukti a quo adalah bukti atas substansi ucapan/ ujaran (segala maknanya kembali pada yang mengucapkan dan kebenaran atas substansi ujaran/ ucapan a quo kembali pada pembuktian yang mengucapkan dan obyek ujaran/ ucapan a quo). Jika terdapat perilaku yang campur-campur, maka setiap perilaku dan motifnya wajib diselesaikan/ dituntaskan dengan adil. Siapapun (a.n. apapun, kecuali bagi yang melampai batas) tidak dibenarkan bertindak sepihak dengan memilih hanya salah satu/ sebagian perilaku untuk/ dengan motif menghilangkan seluruhnya dan/ atau dengan motif “menggeser kasus/ perkara’. Selebihnya, jika masih terjadi perbedaan persepsi maka pemegang otoritas tegaknya keadilan adalah “FATWA Pengadilan/ Mahkamah Negara RI dengan hakim Presiden RI (Kepala Negara RI) melekat kewenangan tidak tak terbatas”. BATAS mutlak a quo pada hakikatnya adalah “BANGSA MANUSIA”.
(5). Sebagaimana [angka (4)] berlaku bagi pidana FITNAH, HOAKS, HASUTAN dan yang sejenisnya c.q. batas-batasnya yang jelas yaitu bukti dan ruang private / publik (legal standing punya hak/ tidak dan motif). Itulah hak asasi manusia dan demokrasi Pancasila. In casu, khusus silang pendapat antara rakyat (private) dan penyelenggara negara (pejabat publik), maka rakyat cukup dengan bukti indikasi (walaupun sangat lemah) dan pejabat publik terikat menyampaikan bukti dengan transparansi seluas mungkin (seterang-terangnya/ lebih terang dari cahaya) atas perintah konstitusi dan undang-undang (Pancasila). Bahwa di negara PANCASILA a quo, kedaulatan berada di tangan rakyat. In casu, pejabat (penyelenggara negara) terikat tanggung jawab/ kewajiban melayani/ melindungi rakyat dengan seksama (demi hukum). Tidak dibenarkan pejabat merendahkan dan/ atau meremehkan dan/ atau mengabaikan rakyat (walau hanya satu orang rakyat) dengan alasan pejabat (merasa) lebih pintar/ pandai, lebih kaya, lebih terhormat dll. Sebagai bagian dari kesetiaan kepada PANCASILA, setiap rakyat terikat tanggung jawab/ kewajiban menghormati dan menjaga marwah pejabat. Pejabat dan rakyat terikat saling menghormati dalam bingkai pejabat wajib melindungi/ melayani rakyat (by name by adress) pada garis lurus TEGAKNYA KEADILAN.
(iv). [romawi i), ii) dan iii)] a quo, merupakan HUKUM PUBLIK perwujudan HAM/ Kedaulatan rakyat hasil Pemilu 2014/2019 a.n. Qadaruddin FA, STP, M.Sc yaitu Agenda Presiden RI a quo. Wis dadi (inkrah/ final/ mengikat).
(3). Secara sederhana, bahwa [PANCASILA {angka 1 (satu) huruf b / angka 2 (dua)}] a quo c.q. wujud FAKTA HUKUM PUBLIK pada TEMPOS 20 Oktober 2019 adalah :
a. Satu paket “[{Presiden RI c.q./ termasuk integritas/ jati diri individu yang sah selaku penyelenggara negara c.q. Presiden RI, penyidik/jaksa/hakim adalah jati diri sebagai manusia (AKU INI HIDUP/ nama masing-masing)} dan {Pancasila (sistem) haluan Supremasi (keadilan dan bangsa manusia) yaitu (Ekonomi Pancasila, Sistem Presidensiil dan SI MPR RI / keadilan ekonomi dan hukum) dan Revolusi Jati diri WNRI sebagai manusia}]” sebagaimana “BAB II”. Meliputi :
i). Wajib wujud Revolusi Sistem Pemerintahan NRI (Kedaulatan Hukum NRI) :
(1). Fakta hukum Presiden RI, pada pokoknya :
(a). Legal standing Presiden RI Ir. H. Joko Widodo dkk, tidak sah/ pidana, dalam laporan polisi dan merugikan rakyat/ negara. Fakta hukum bahwa Sidang MPR RI tanggal 20 Oktober 2019 (pelantikan Presiden RI Ir. H. Joko Widodo a quo), TIDAK SAH/ PIDANA [minimal pasal 263 jo 55 KUHP].
(b). [Presiden RI Bapak Mujais dan PANCASILA {haluan Supremasi (bangsa manusia dan keadilan)}] a quo, SAH.
(2). Hirarki [Kedaulatan Hukum NRI (Ketuhanan YME, Pancasila, UUD 1945, UU dan hasil Pemilu 2014/2019) c.q./ termasuk UU 12/2011, pasal 2 UU48/2009, UU 17/2003, RPJP/ RPJM/ RKT (haluan pembangunan nasional) sebagai bagian dari haluan PANCASILA (FALSAFAH) a quo] sebagaimana seutuhnya [BAB VI c.q. angka 2 (dua) Lampiran Surat a.n. Qadaruddin FA. STP.. M.Sc. tgl. 14 Mei 2020].
(3). Ekonomi Pancasila yaitu [{Program Dana Bergulir Serasi Berdaya bagian APBN / Surat Kemensetneg RI No: 233/Kemen-setneg/D-3/SR.02/01/2015) jo Kedaulatan NKRI mengelola sistem moneter (tanpa bunga) dan 2 (dua) kamar administrasi fiskal (sistem bunga dan tanpa bunga} satu paket administrasi pengelolaan (agraria dan kekayaan negara)] c.q./ termasuk Hutang Lunas dengan SBKKN (Surat Berharga Kedaulatan Keuangan Negara). Seutuhnya sebagaimana BAB VII Lampiran Surat a.n. Qadaruddin FA. STP.. M.Sc. tgl. 14 Mei 2020.
(4). Sistem Presidensiil yaitu sebagaimana BAB VI c.q. angka 3 (tiga) Lampiran Surat a.n. Qadaruddin FA. STP.. M.Sc. tgl. 14 Mei 2020.
(5). SI MPR RI yaitu sebagaimana BAB III Lampiran Surat a.n. Qadaruddin FA. STP. M.Sc. tgl. 19 September 2021 (BAB VIII Lampiran Surat a.n. Qadaruddin FA. STP.. M.Sc. tgl. 14 Mei 2020). Pada pokoknya, hukum/ keadaan memaksa REVOLUSI sebagai satu-satunya solusi sah/ konstitusional bagi segenap bangsa Indonesia. Pada SI MPR RI a quo, sah/ wajib terwujud pembahasan ulang satu paket [Presiden RI, haluan PANCASILA dan mandat rakyat (by name by address)]. In casu, wajib satu paket mendaulat Presiden RI Bapak Mujais sebagaimana [Surat a.n. diri saya Tryas Munarsyah ST. tgl. 15 dan 8 Januari 2022, Surat Bela Negara a.n. diri saya Tryas Munarsyah ST. tgl. 10/11/2021 dan Surat a.n. Qadaruddin FA. STP. M.Sc tgl. 19 September 2021]. SI MPR RI a quo, wajib sah (baru berwenang).
(6). [Angka (1), (2), (3), (4) dan (5)] a quo adalah REVOLUSI konstitusional ketatanegaraan dari, oleh, untuk/ berdasarkan [PANCASILA {Supremasi Keadilan (Hukum dan Ekonomi)}] a quo. REVOLUSI konstitusional budaya hidup bersama bernegara berdasar PANCASILA.
ii). [REVOLUSI ketatanegaraan {romawi i)}] a quo mewajibkan/ melekat terwujud REVOLUSI JATI DIRI WNRI sebagai bangsa manusia [PANCASILA haluan {Supremasi bangsa manusia / HAM dan Kedaulatan Rakyat (by name by address)} / {ASMO}]. Pada pokoknya :
(1). Melekat pada kehidupan setiap manusia (WNRI) a quo, ada [HIDUP (jalan ROHANI) untuk mencapai derajat kerohanian/ kebahagiaan] dan ada [kehidupan (jalan BUDAYA/ JASAD) untuk mencapai derajat kemajuan duniawi]. Hidup/ kehidupan pada setiap manusia (WNRI) membutuhkan sesebutan yang JUJUR (ORA GOROH) sebagai manusia yaitu Mas/ Mbak namaku (nama masing-masing) atau ASMO. In casu, wajib terwujud/ terselenggara pendidikan kewarganegaraan bagi WNRI meliputi JATI DIRI sebagai bangsa manusia dan jati diri NKRI sebagaimana romawi i). Secara sederhana, wajib terselenggara pendidikan [PANCASILA {haluan Supremasi (Keadilan dan bangsa Manusia)}] a quo bagi tiap WNRI. Selain ASMO a quo, setiap WNRI sah berketuhanan dalam bentuk apapun dan dijamin konstitusi [{angka 2 huruf b} / {Pasal 29 ayat (2) UUD 1945, UU 39/1999, UU 11 dan 12/2005 dan TAP MPR RI No: XVII/MPR/1998}] a quo.
(2). Integritas pejabat publik wajib sebagai bangsa manusia dengan beriman/ bertaqwa pada ASMO [Hasil Pemilu 2014/2019].
(3). Pada tingkat private, tidak ada paksaan dalam bentuk apapun untuk beriman/ bertaqwa pada ASMO. Setiap keyakinan private kepada Tuhan YME dapat menjadi model/ bentuk/ wujud keyakinan sebagai bangsa manusia yang mengikat integritas pejabat negara (pejabat publik) dengan diperjuangkan melalui mekanisme SI MPR RI a quo.
iii). Wujud satu paket [romawi i) dan ii)] a quo, adalah/ merupakan perwujudan:
(1). [PANCASILA haluan Supremasi Keadilan {Kedaulatan Hukum NRI}]. Yaitu revolusi konstitusional sistem ketatanegaraan hasil Pemilu a quo.
(2). [PANCASILA haluan Supremasi bangsa manusia]. Yaitu revolusi konstitusional jati diri WNRI sebagai manusia hasil Pemilu a quo
(3). Perwujudan [angka (1) dan (2)] a quo, merupakan wujud Kedaulatan NKRI yang sah hasil pemilu a quo. Berdasarkan hasil pemilu a quo, yang ada adalah Kedaulatan Rakyat (termasuk sah bertindak a.n. negara menandatangani SBKKN), Kedaulatan Hukum NRI dan SI MPR RI. Sedang seluruh penyelenggara negara tidak sah/ pidana a quo. Satu-satunya penyelengga negara yang sah adalah Presiden RI Bapak Mujais.
b. [Huruf a] a quo, merupakan perwujudan “satu paket [{Presiden RI dan PANCASILA} berdasarkan {hasil Pemilu 2014/2019 jo UUD 1945}]” a quo. In casu, satu-satunya hukum publik hasil pemilu 2014/2019 yaitu Agenda Presiden RI aquo. Dapat disebut PANCASILA (dengan segala makna, tafsir, haluan dan wujudnya), yaitu “SAH, MUFAKAT (konsensus bersama), ADIL (tidak memihak para pihak dan hanya memihak kebenaran/ keadilan), bangsa manusia dan SOLUSI atas problematika hidup/ kehidupan bersama bernegara”. Secara sederhana, adalah “[Pancasila {haluan Supremasi (Keadilan dan bangsa Manusia / HAM)}]” / “[PANCASILA haluan {Agenda Presiden RI a quo (budaya bernegara) dan ASMO (jati diri hidup)}]” sebagaimana [{huruf a romawi iii)} / {Surat a.n. Qadaruddin Fajri Adi STP. M.Sc tgl. 22 Mei 2021 dan tanggal 19 September 2021}] a quo.
c. [Menunjuk (huruf a dan b)] a quo, bahwa setiap [tindakan a.n. negara (produk hukum a.n. negara) dan tindakan private] WAJIB sesuai PANCASILA. In casu :
i). Yang tidak sesuai dan/ atau yang melawan [PANCASILA (Agenda Presiden RI a quo)] c.q. tidak adil (merugikan), BATAL DEMI HUKUM.
ii). Yang sesuai [PANCASILA (Agenda Presiden RI a quo)], SAH (demi hukum).
4. Menunjuk kepastian hukum publik [angka 3 (tiga)] a quo, pada pokoknya :
a. WUJUD PANCASILA c.q. sejak/ pada tempos 20 Oktober 2019 a quo. Yaitu :
i). [Kedaulatan Hukum Negara Republik Indonesia (Agenda Presiden RI a quo)] dengan wujud sebagaimana dimaksud [angka 3 (tiga)]. INKRAH.
ii). Rakyat (nama masing-masing) / HAM.
iii). Legal Standing Presiden RI Ir. H. Joko Widodo dkk, tidak sah/ pidana, dalam laporan polisi dan merugikan rakyat/ negara.
iv). [Romawi i), ii) dan iii)] a quo adalah FAKTA HUKUM wujud kedaulatan NKRI. Inkrah, final, mengikat segenap bangsa dan dunia internasional pada/ sejak 20 Oktober 2019 (c.q. setelah sesaat bersamaan pelantikan Presiden RI Ir. H. Joko Widodo pada 20 Oktober 2019 yang tidak sah a quo).
b. In casu, Garis Lurus haluan [PANCASILA (Kedaulatan Hukum NRI/ Agenda Presiden RI a quo) sebagai HUKUM PUBLIK] adalah :
i). “[{SAH, MUFAKAT (konsensus bersama/ tidak memaksakan kehendak/ tidak ada pihak yang terpaksa), ADIL (tidak memihak para pihak, hanya memihak kebenaran/ keadilan dan tidak ada pihak yang dirugikan), bangsa manusia (kristalisasi nilai-nilai adiluhung manusia dengan karakter berkebudayaan/ berketuhanan) dan SOLUSI atas problematika yang terjadi} dengan BUKTI]”.
ii). Inkrah, final, mengikat segenap bangsa Indonesia pada [{20 Oktober 2019 (9 April 2014)} / {17 dan 18 Agustus 1945/ jaman azali}].
c. Bahwa, [FAKTA HUKUM PUBLIK (huruf a)] merupakan KEADAAN (HUKUM) MEMAKSA wujud REVOLUSI a quo. In casu, bentuk MORATORIUM HUKUM, EKONOMI dan POLITIK segenap bangsa secara sah. Disebut REKONSILIASI NASIONAL secara sah/ konstitusional. Dari, oleh, untuk/ berdasarkan [{Agenda Presiden RI (PANCASILA) / hasil Pemilu 2014/2019} a quo]. YAITU :
i). Memaksa “[{Presiden RI Ir. H. Joko Widodo / Kapolri Jend. Pol. Drs. Listyo Sigit Prabowo M.Si.) dkk (MPR RI)} mendaulat Presiden RI Bapak Mujais satu paket SI MPR RI a quo]”. DEMI HUKUM.
ii). Memaksa segenap bangsa (tiap warga negara) untuk BELA NEGARA. Yaitu memaksa/ wajib terwujud [romawi i)]. Demi Hukum.
iii). [Romawi i) dan ii)] a quo sebagaimana dimaksud “BAB II”.
d. Bahwa, Agenda Presiden RI c.q. huruf c (REVOLUSI a quo) pada pokoknya :
i). Keadaan (hukum) memaksa terwujud REVOLUSI a quo. Bahwa REVOLUSI a quo SAH berdasarkan keadaan (hukum) a quo. In casu, solusi konstitusional atas kebuntuan yang dialami manusia c.q. bangsa Indonesia.
ii). [Mandat negara dan mandat rakyat (mandat kedaulatan hukum NRI)] kepada Presiden RI hasil Pemilu 2014/2019 untuk dilaksanakan dalam kehidupan bernegara (penyelenggaraan Pemerintahan Negara RI).
iii). Hukum publik [romawi i)] a quo berdasarkan BUKTI (hubungan hukum) hasil Pemilu 2014/2019 sebagaimana [BAB I, II, III dan IV].
5. Bahwa makna, tafsir, haluan dan wujud [PANCASILA (angka 3 dan 4)] a quo, pada pokoknya adalah makna/ tafsir/ haluan/ wujud “[PANCASILA {angka 6, 7 dan 8)]” a quo. Termasuk wujud SOLUSI konstitusional atas problematika (JALAN BUNTU) yang dialami umat manusia c.q. WNRI. Wujud PANCASILA a quo meliputi :
a. Hukum publik (a.n. negara), yaitu bersumber/ berdasarkan :
i). Mandat/ kehendak hak dan kewenangan subyektif kedaulatan rakyat hasil Pemilu 2014/2019. Yaitu [Agenda Presiden RI (dokumen ini)] a quo. In casu, satu-satunya hasil Pemilu 2014/2019 yang sah dan bersumber dari hidup [angka 8 (delapan) huruf c romawi ii) angka (1)] a quo. PALING TUA.
ii). Tindakan / produk hukum a.n. kewenangan negara dalam jabatan masing-masing yang sah. In casu, legal standing Presiden RI Ir. H. Joko Widodo dkk, tidak sah/ pidana, dalam laporan polisi dan merugikan rakyat/ negara.
iii). [Pokok inti {romawi i) dan ii)] a quo adalah tindakan a.n. negara.
b. Hukum private, yaitu tindakan selain [huruf a] yang wajib pada [garis lurus/ sesuai {hukum publik (huruf a) a quo}]. Disebut, HAM/ Rakyat/ WNRI.
c. Bahwa :
i). [Huruf a romawi ii) dan huruf b] a quo sama-sama perwujudan kedaulatan negara. Tidak sah/ tidak berwenang menegasikan/ memaksakan kehendak satu dengan/ atas yang lain. Bahwa (rakyat dan kewenangan a.n. negara) a quo wajib berada pada garis lurus “Agenda Presiden RI a quo”.
ii). Sebelum lahir [huruf a romawi ii) dan buruf b), yang ada adalah hak/ kewenangan Subyektif kedaulatan rakyat [huruf a romawi i)] a quo.
d. Lingkaran [legal standing (huruf a, b dan c)] a quo, ujung pangkalnya pada hukum publik “[Agenda Presiden RI/ PANCASILA a quo {huruf a romawi i)}] / [Surat a.n. diri kami Tryas Munarsyah ST. tgl. 9 Desember 2021 dan 10 November 2021]”. In casu, bagi/ demi terwujudnya visi misi NKRI. Yaitu :
i). “… melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia …”.
ii). Pokok inti [romawi i)] adalah terwujud kebahagiaan/ kesejahteraan/ kedamaian setiap warga negara dan umat manusia (seluruh alam).
6. Bahwa, [angka 5 (lima)] a quo pada pokoknya adalah “makna/ tafsir/ wujud/ haluan [{PANCASILA (sistem)} / {ideologi budaya hidup bersama}] sebagai bangsa manusia” a quo. Fokus/ ontologi pada manusia [{angka 7 huruf d} / {ADA dan HIDUP/ URIP}]. Yaitu “siklus satu kesatuan hidup / kehidupan di wilayah hukum NKRI [{meliputi (tanah, air, udara dan api dengan wujud sumberdaya alam/ hayati, hewan/ binatang, tanaman dan manusia sebagai makhluk paling sempurna dan bhinneka baik ras, suku, agama, keyakinan, sifat, kehendak, pemikiran dan tindakan)}/ {kekayaan / sumberdaya alam/ hayati/ finansial (baik secara geografis, geopolitik maupun geoekonomi)}] dan hubungannya (saling terhubung) dengan dunia internasional beserta alam semesta seisinya a quo”. Secara sederhana, perwujudan PANCASILA a quo adalah bentangan/ hamparan kehidupan di wilayah hukum NKRI dengan kekayaan yang berlimpah untuk/ bagi kehidupan umat manusia c.q. WNRI yang sejahtera/ makmur/ bahagia sebagai “BANGSA MANUSIA”. Disebut “zamrud khatulistiwa” atau “tanah surga”. Khususnya/ termasuk wujud pada 20 Oktober 2019 yaitu WAJIB REVOLUSI a quo.
7. Bahwa, makna/ tafsir/ haluan dan wujud [Pancasila (angka 6)] a quo, pada pokoknya :
a. Perwujudan Bhinneka Tunggal Ika. Yaitu hidup/ kehidupan sepenuh langit dan bumi itu sendiri c.q. wujud bangsa Indonesia (NKRI/ WNRI). Dimana, manusia adalah makhluk yang paling sempurna dan sebutan bagi bangsa manusia (presisi dan jujur) yaitu ASMO a quo. Sebutan yang paling mulia/ paling tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi/ lebih mulia dari ASMO a quo. In casu, kehidupan di bumi PANCASILA tembus lembute URIP (minoro pitu kurang lembut tan kinoyo opo/ uluhiyah URIP) a quo. Atau lembute URIP (kekal/ abadi) a quo tembus wujud budaya kehidupan nyata (fana) di muka bumi/ NKRI (terhubung pada kehidupan dunia internasional dan alam semesta seisinya a quo). Pada pokoknya, kausa prima hidup/ kehidupan dengan hubungan vertikal/ horisontal wujud manusia.
b. Perwujudan Ketuhanan Yang Maha Esa [bangsa manusia] itu sendiri. In casu :
i). Bahwa, kemanusiaan (bangsa manusia) pasti berketuhanan/ berkeyakinan (berideologi kerohanian) yang presisi/ tepat/ jujur sebagai manusia dan pasti menghasilkan buah budaya hidup/ kehidupan yang adil/ beradab.
ii). Bahwa, berketuhanan saja tidak menjamin berkebudayaan yang adil/beradab.
iii). Bahwa, Ketuhanan Yang Maha Esa berdasarkan ASPOL (Agenda Presiden RI a quo) adalah iman/ taqwa pada “Tuhan Yang Esa, Maha Esa dan sempurna dengan keesaannya (bhinneka tunggal ika)”. Pada dejarat paling lembut adalah TUHAN YANG ESA. Esa pada tiap kehidupan (jagad alit), Maha Esa (banyak jagad alit) dan sempurna dengan keesaannya (Esa jagad ageng lingkup duniawi/ seduluran yang langgeng dan ESA jagad ageng uluhiyah HIDUP yang abadi tan kinoyo opo). In casu, iman/ taqwa pada Mas/ Mbak nama tiap manusia yang senantiasa bersama wujud jasad tiap manusia (sedulur papat limo pancer dengan nama masing-masing). Ada ASMO ada JASAD. ASMO a quo adalah sebutan bagi HIDUP. HIDUP a quo tan kinoyo opo tanpa sebutan dan kekal/ abadi. Di alam gumelar kehidupan, disebut oleh manusia sesuai keyakinan/ kepercayaan masing-masing.
c. Perwujudan [{Bhinneka Tunggal Ika/ Ketuhanan YME}/ {Huruf (a dan b)}] a quo adalah perwujudan “PANCASILA” itu sendiri. In casu :
i). Budaya merupakan buah dari keyakinan (berketuhanan). Dan keyakinan (berketuhanan) bukan buah dari budaya. Keyakinan itu given. In casu :
(1). Budaya yang tidak baik, bersumber dari keyakinan yang busuk.
(2). Budaya yang adil/beradab, bersumber dari keyakinan yang jujur/benar.
ii). [Perwujudan {romawi i)}] a quo adalah “bangsa manusia/ ASMO” a quo.
d. Dengan menujuk [huruf (a, b dan c)] a quo :
i). Ontologi ideologi PANCASILA adalah “Kemanusiaan yang adil dan beradab (haluan bangsa manusia)”. In casu, wujud [angka 3, 4 dan 5] a quo. Fokus pada kenyataan/ fakta “ADA dan hidup/ urip” wujud manusia (bukan ketiadaan dan bukan kematian). URIP [wujud jasad (fana/ mumkinul wujud) tembus / wis dumadi kelawan {wajibul wujud (kausa prima) yang kekal/ abadi tan kinoyo opo/ hayyul qayyum/ farauhun waraihaanu wajannatu na’iim}] utuh pucuk rambut pucuk kaki ASMO (nama masing-masing). Falsafah dasar: ADA dan HIDUP [fokus bekal hidup {di dunia yang fana/ karya nyata sehebat mungkin dan di keabadian (memenuhi kualifikasi amal sholeh dengan ikhlas wal mukhlison)}]. Bukan falsafah : wong mengko gak digowo mati kenapa harus bekerja keras di dunia. Dan bukan falsafah : mumpung hidup di dunia yang penting happy cari kesenangan dunia seenak mungkin, titik. Falsafah ADA/ NYATA dan HIDUP itulah wujud nyata membangun peradaban bangsa manusia (ASMO) a quo. Sehat spritual/ mental/ intelektual dan kuat jasad/ fisik sebagai MANUSIA. Mutlak tidak ada nihilisme dan tidak ada ingkar jasad demi akherat. Sebutan yang jujur dan presisi bagi manusia adalah ASMO a quo. ASMO a quo tidak membutuhkan jasad yang fana a quo, jasad (manusia) sendiri yang membutuhkan yakin pada ASMO a quo. Manfaat/ kerugiannya sepenuhnya kembali pada manusia sendiri yang (mumkinul wujud/ fana) a quo. In casu, sebagaimana “BAB I lampiran 2 Surat a.n. Qadaruddin Fajri, Adi, STP, M.Sc tanggal 19 September 2021”.
ii). Jadi, berdasarkan (berdasar atas) PANCASILA/ Ketuhanan YME sebagaimana [pasal 1 ayat (3) jo 29 ayat (1) UUD 1945 jo pasal 2 UU 48/2009 (c.q. irah-irah: Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan YME)] adalah berdasarkan (berdasar atas) kemanusiaan yang adil dan beradab (bangsa manusia). Pada pokoknya, ontologi/ fokus atas makna/ tafsir/ wujud/ haluan PANCASILA adalah “BANGSA MANUSIA (ASMO)”. Tanpa ASMO a quo, dikotomi/ benturan antara Ketuhanan YME dan BUDAYA (benturan antara agama, PANCASILA, negara, pasar dan komunisme/ materialisme/ pluralisme/ liberalisme/ radikalisme/ toleransi/ sekulerisme/ oligarki) tidak akan berakhir.
iii). Dikotomi/ benturan [Ketuhanan YME dan BUDAYA {romawi ii)}] c.q. [{agama, politik/ negara dan oligarki} / {sekuler atau tidak}] a quo :
(1). Pada pokoknya, [{negara/ politik dipisah dari agama dan/ atau negara/ politik dipisah dari oligarki} atau tidak dipisah] ?. Jika tidak dipisah :
(a). Agama menguasai/ mengatur negara secara budaya melalui politik/ pemilu hingga menjajah/ mengatur seluruh sendi kehidupan. Wujudnya, kebenaran pada/ tergantung agama bukan rakyat.
(b). Oligarki menguasai negara secara ekonomi melalui politik/ pemilu hingga mengatur TNI/ POLRI/ Kejaksaan/ Kehakiman dll. Wujudnya, kebenaran pada/ tergantung uang bukan rakyat.
(c). Korban penjajahan budaya/ ekonomi oleh [ASING/ LUAR {huruf (a) dan (b)}] a quo adalah rakyat kecil yang tidak tahu apa-apa. Di satu sisi, hilang jati diri dan di sisi lain sejak lahir menanggung hutang LN sekitar 50 juta rupiah dengan segala dampak kebijakan.
(d). In casu, padahal yang berkuasa adalah negara atas mandat kedaulatan rakyat. BUKAN AGAMA dan BUKAN OLIGARKI.
(2). Bahwa, inti [jalan {angka (1) huruf (a) / agama}] a quo adalah :
(a). Ujar tanpo rupo / goroh pada qadrat hidup wujud manusia
(b). Jati diri manusia hilang menjadi “monster AGAMA (a.n. Allah)”. Manusia LUPA pada jatidirinya sebagai manusia dan sibuk mencari TUHAN yang senantiasa bersama manusia setiap saat. Berkarakter PERAGU/ tidak teges, merasa paling benar, tidak ksatria dan tidak ada jiwa kemanusiaan. Mengejar akhirat yang fatamorgana (kosong), padahal urusan hidup nyata di muka bumi.
(3). Bahwa, inti [jalan {angka (1) huruf (b) / oligarki}] a quo adalah :
(a). Jalan ekonomi/ nyata duniawi. Mengejar dunia, menuhankan uang dan tidak ada ruhani. LUPA tujuan/makna hidup sebagai manusia.
(b). Jati diri manusia hilang menjadi “monster EKONOMI (a.n. uang)”. Tidak ada value/ jiwa kemanusiaan, yang ada “uang”.
(4). Kedua jalan [angka (1), (2) dan (3)] a quo, menjadi sihir halu/ bayangan dan sihir nyata bagi manusia dengan segala turunannya. Manusia tersihir/ terambil rasa kesadaran sebagai manusia hingga hilang jati diri dan berperilaku SADIS/ tidak ada rasa kemanusiaan.
iv). Substansi/ WUJUD benturan [romawi iii)] a quo, pada hahikatnya :
(1). Tidak ada/ kosong dan hanya bayangan. Setiap manusia membutuhkan makna hidup dan ekonomi (uang). Jujur/ ora goroh dan nyata.
(2). Yang ada adalah WUJUD kekacauan kehidupan a quo. Sumbernya, nafsu yang melampaui batas dari manusia dan bayangan ciptaan olah pikir sendiri yang diyakini sebagai satu-satunya kebenaran c.q. agama/ oligarki a quo, bahkan untuk dipaksakan kepada orang lain/ negara.
(3). [Angka (1) dan (2)] saling terhubung sebab akibat dengan [sumber kebenaran inderawi dari luar diri yang tidak nyata/ halu a quo].
(4). [Menunjuk {angka (3)}], manusia hanya terseret kebenaran relatif di luar diri dan tidak punya pedoman kebenaran. Seperti BUIH di lautan.
(5). Wujud kehidupan manusia tanpa jati diri [angka (4)] a quo adalah perilaku manusia yang putus dengan kesadaran diri sebagai manusia. Tidak mengetahui/ tidak menyadari tanggung jawab atas perbuatan/ ucapannya sendiri, PEKOK dan selalu ingin menguasai/ mengatur/ menjajah pihak lain (bahkan negara) untuk mengikuti syahwat kesenangan pribadi (tetapi tampil a.n. kebenaran/ publik/ a.n. negara/ a.n. umat/ a.n. tuhan / a.n. PANCASILA dll). POKOKE PANCASILA, liyane TAK PATENI !? POKOKE ISLAM / ALLAH, liyane TAK PATENI !? POKOKE INFRASTRUKTUR/ EKONOMI/ OLIGARKI/ UANG, liyane TAK PATENI !? POKOKE KHILAFAH, liyane TAK PATENI !? POKOKE PEMERINTAH SALAH, liyane TAK PATENI !? [NGONO KUWI MANUNGSO OPO KEWAN YO !!?]. “Aku luwih hebat, wong aku guru besar/ ulama/ pejabat/ kaya. Awakmu sopo, miskin/ ora sekolah/ ora duwe jabatan dll” sekat status sosial/ekonomi/ politik!!. LUPA kalau sama-sama manusia dengan bahan baku yang sama dan akan sama-sama kembali ke asal muasalnya (disebut pengadilan akhirat/ alam dzat). Tanpa disadari, terjebak ngumboro nafsu pribadi belaka dan tiba saatnya pasti dimintai pertanggung jawaban c.q. oleh hidupnya sendiri kang sejati (MUTLAK). Selama hidup di dunia, tidak ada budaya saling komunikasi / omong-omong sing apik sepada-padane manungso. Sak jane permasalahane opo dan solusine opo ??. Yang ada mekso (walaupun dengan cara sangat halus/ sadis biar nampak seolah-olah kebaikan/ kemuliaan/ sopan santun), yang sebenarnya bersumber dari rasa TAKUT MATI dan CINTA DUNIA melampaui batas [karena keluar diri/ tidak mengenal jati dirinya sendiri sebagai MANUSIA (hakikatnya nafsu hewani bahkan lebih hina dari nafsu hewani a quo)]. Mengejar bayangan (keinginan/ cita-cita) yang diyakini sebagai suatu kebenaran dan tidak ada lagi kebenaran lainnya. Keyakinan a quo selalu menyandra hidupnya sendiri setiap saat mulai bangun tidur hingga tidur lagi, seolah tiada akhir dan yang mengakhiri hanya kematian jasad). Akhirnya HANYA penyesalan yang tersisa kenapa mumpung hidup di dunia c.q. saat PUNYA segalanya KOK begitu !!?. Saat kesempatan “EMAS” itu tiba KOK tidak ada gunanya !!!???. Padahal untuk menjadi “KOMO DADI wujud manusia a quo, membutuhkan ribuan tahun kehidupan”.
(6). Wujud [angka (5)] a quo, nggleleng nang keyakinan bayangane/ pikirane dewe. BUTA kenyataan hidup yang sedang terjadi.
(7). [Hilang jati diri {angka (1), (2), (3), (4), (5) dan (6)}] a quo, merupakan masalah mendasar/utama bagi kemajuan bangsa c.q. Indonesia.
v). Bahwa :
(1).Semua agama (agama apapun) baik. Karena tidak ada agama yang mengajarkan kejahatan. Agama yang paling utama adalah yang menuntun pada jati diri hidup/ kehidupan manusia. Islam salah satu agama yang memberi petunjuk pada jati diri a quo, tetapi tidak wujud jati diri a quo. Dapat disimpulkan ISLAM bukan agama sempurna. In casu, ASMO a quo dengan wujud diri kami adalah makna, tafsir dan wujud Q.S. Thaha : 14 bagi kami sendiri (MANUSIA). Ya makna, tafsir dan wujud (Ketuhanan YME/ Bhinneka Tunggal Ika/ Kemanusiaan yang adil dan beradab/ PANCASILA/ sedulur papat limo pancer/ Al Bismillahirrahmaanirrahiim) bagi diri kami. Podo nyadari, terus omong-omongan sing apik goleki SOLUSI bareng-bareng. Bagi kami, Allah sejati/ sejatine Allah adalah ASMO (kami) a quo wujud kehidupan kami nyata/ fana di bumi [MANUSIA] a quo. Ada ASMO ada jasad.
(2). Terkait [agama, oligarki dan negara (politik)] a quo :
(a). Bahwa wujud [AS (liberal), Arab/ Iran/ Turki dll (islam), China (komunis), Indonesia (Pancasila) dll dengan asas negara yang berbeda] a quo, pada kenyataannya sama-sama terdapat rakyat/ warga negara dengan agama/ keyakinan/ ras yang berbeda-beda dan dengan perilaku ekonomi sesuai dengan kehendak masing-masing. Tiap negara a quo sama-sama melindungi keinginan/ kehendak rakyat yang berbeda-beda a quo. Karena itulah substansi tujuan bernegara. Bahwa, kezaliman penguasa kepada rakyat terjadi di semua negara a quo dengan ukuran berbeda.
(b). Bahwa, tidak mungkin negara diwajibkan sholat (beragama). Tidak mungkin POLITIK diwajibkan sholat (beragama). Tidak mungkin EKONOMI diwajibkan sholat (beragama). Tidak mungkin HUKUM diwajibkan sholat (beragama). Bahwa, substansi/ inti agama adalah jalan ruhani (bukan jalan duniawi). Jalan ruhani yang menghadirkan buah/ value perilaku duniawi yang adil/ beradab (akhlaqul karimah/ budi pekerti luhur). In casu, masing-masing pihak yang benturan pemikiran, masih samar atas substansi/ inti yang dipersoalkan antara memisah agama, oligarki dan politik atau tidak memisah ?. Yang universal (yang hegemoni) itu agama, oligarki atau politik atau Pancasila atau lainnya??. DIMANA titik sengketanya secara/ yang NYATA, dan APA SOLUSNYA?. Demikian juga perbedaan keyakinan terkait “NKRI harga mati vs khilafah” atau “Ketuhanan YME (budaya) vs Ketuhanan YME (bersyariah islam)”, DIMANA titik bedanya yang substansi/inti dan NYATA, dan APA SOLUSINYA ?. Jika benturan terus berlanjut tiada akhir (TANPA SOLUSI), hanya menghancurkan kehidupan manusia c.q. bangsa Indonesia. Karena yang hegemoni adalah hawa nafsu dan olah pikir berkarakter hewani a quo.
(c). [Menunjuk {huruf (b)}] a quo, tidak mungkin negara/ politik/ ekonomi/ hukum/ kekuasaan negara diselenggarakan [TANPA value dan/ atau dengan nafsu hewani]. In casu :
1). Bahwa, negara wajib diselenggarakan berdasarkan value [kausa prima {kebenaran/ keadilan/ kejujuran (Ketuhanan YME)}]. Dimana, kausa prima a quo dianggap bersumber pada/ dari agama. Padahal, kausa prima a quo bersumber/ given lathifu dzat HIDUP yang memenuhi bumi langit seisinya dan senantiasa bersama kehidupan manusia setiap saat tanpo sebutan apapun a quo. Jika disebut manusia, sebutan yang presisi dan jujur adalah ASMO a quo [agama pribadi/ gami budi madeg sawiji marang ingsun]. “Kebiasaan belum tentu benar, kebenaran sejati harus dibiasakan untuk kemajuan segala bangsa c.q. bangsa Indonesia”. Sedangkan tiap rakyat mempunyai kehendak bebas sesuai keyakinan masing-masing pada garis lurus kausa prima a quo.
2). Bahwa, seorang pejabat c.q./ dalam jabatan Presiden RI, anggota DPR RI/ MPR RI dan penyidik/ jaksa/ hakim dan/ atau seorang TOKOH politik yang taat beragama pun, masih mewujud perilaku hewani KORUPTOR dan GOROH pada rakyat. Demikian juga, seorang dengan martabat “paling mulia pada suatu agama pun” masih melekat perilaku iri/ dendam/ tamak dan jauh dari perilaku kasih sayang sesama hidup. Itulah bukti nyata, bahwa agama bukan sumber [kausa prima (keadilan/kebenaran/kejujuran)]. Agama sebatas REM bersifat doktrin/olah pikir. Bukan REM CAKRAM given hidup sejati yang bersama tiap manusia.
3). [Kenyataan {angka 2)}] a quo bertemu dengan kehidupan rakyat yang tidak mengenal/ lupa/ ingkar jati dirinya sebagai manusia (sama-sama karakter hewani a quo).
4). [Karakter hewani {angka 2) dan 3)}] itulah pokok inti sumber kekacauan.Manusia hilang jati dirinya sebagai manusia. Berubah “BUTHO CAKIL (MONSTER/ DRAKULA) POLITIK/ AGAMA/ EKONOMI/ OLIGARKI” yang siap saling memangsa/ menghisap satu dengan lainnya. PEDOMAN HIDUP “SEMUA UNTUK SATU (yaitu AKU/ KAMI)”. BUKAN SATU UNTUK SEMUA.
5). Bahwa, meluruskan jalan agama (sebagai jalan ruhani) yang belok / kesasar pada jalan duniawi/ budaya, senantiasa dituduh/ distempel KOMUNIS (PKI) seolah tidak beragama. Pada hakikatnya, komunis/ liberal dll adalah agama komunis/ liberal dll. Pada derajat duniawi, [agama, komunis/ PKI dan negara (politik)] sama-sama urusan gumelar dunia.
6). Bahwa, [{negara yang diatur/ dijajah agama dan/ atau oligarki/ ekonomi} jo {negara yang diselenggarakan TANPA value (ilahiyah/ kausa prima/ sisihaning wahyu)}], hanya menghadirkan kehancuran karena terintimidasi oleh agama/ ekonomi itu sendiri di satu sisi. Di sisi lainnya, gelora nafsu tidak pernah puas dengan menyalahkan orang lain.
7). [Menunjuk {angka 1), 2), 3), 4), 5) dan 6)}] a quo, pada hakikatnya, negara/ politik/ agama/ ekonomi/ TUHAN sedang baik-baik saja [bagian budaya hidup di muka bumi. Bukan kausa prima (keadilan/ kebenaran)]. Kausa prima a quo adalah jalan ndewe/ sepi/ ruhani tiap manusia. Buahnya, wujud perilaku yang adil/ beradab. Jadi yang bermasalah adalah manusianya sendiri yaitu “hilang jati dirinya”.
iv). [Menunjuk {romawi iii), iv) dan v)}], In casu :
(1). Pokok inti permasalahan a quo adalah [{manusia c.q. wnri dan individu dalam jabatan Presiden RI (Kepala Negara RI) lupa/ ingkar/ hilang jari dirinya sebagai bangsa manusia} dan {sitem bernegara yang menghadirkan ketidakadilan (c.q. hukum dan ekonomi)}]. Inti permasalahan ada pada jatidiri rakyat/ pemimpin dan sistem a quo. Pada pokoknya, budaya dan ekonomi sedang terjajah dari LUAR.
(2). [Solusi kekacauan {angka (1)}] a quo adalah [{revolusi jati diri (rakyat dan Kepala Negara) sebagai manusia} dan {revolusi sistemik sistem ketatanegaraan}] berdasarkan [Pancasila {Supremasi (Keadilan dan bangsa Manusia}] sebagaimana [{angka 3 (tiga) dan 4 (empat)} / {fakta Hukum Publik pada tempos 20 Oktober 2019 a quo}]. In casu :
(a). Melekat kekayaan pribadi individu dalam jabatan Kepala Negara RI a quo wajib senilai Rp. 0,- (nol rupiah).
(b). [(Rakyat dan Individu Presiden RI) jo seluruh pejabat egara] wajib berintegritas sebagai bangsa manusia. Ibarat covid-19, ASMO a quo adalah vaksin kembali pada jati diri sebagai manusia.
(3). Dengan wujud revolusi [angka (2)] a quo, kekacauan a quo pasti sirna/ hancur. Dengan [ASMO a quo, revolusi tata negara c.q. SI MPR RI a quo dan integrasi kekayaan alam ditambah kemampuan IPTEK], pasti mampu mewujudkan sebesar-besar kemakmuran dan PEDAMAIAN DUNIA [pembukaan, pasal 33 UUD 1945 dan sila kelima Pancasila].Terwujud kemerdekaan/kedaulatan rakyat dari segala bentuk penjajahan.
8. Menunjuk [angka 6 / 7 c.q. huruf d] a quo, bahwa wujud PANCASILA adalah hidup/ kehidupan alam semesta seisinya c.q. [{WNRI dan individu dalam jabatan Presiden RI} bagi {terselenggaranya Pemerintahan NRI (tindakan a.n. negara dalam kewenangan limitatif masing-masing}]. Khususnya/ termasuk wujud fakta hukum publik pada/ sejak tempos 20 Oktober 2019 (REVOLUSI) a quo. Berdasarkan wujud a quo, intinya :
a. PANCASILA adalah sebutan bagi / atas “konsensus budaya hidup bersama berbangsa bernegara (dengan/ di wilayah hukum NKRI)” a quo. Dimana, tulisan lima sila dalam pembukaan UUD 1945 adalah poin-poin dasar negara, falsafah bernegara, cita-cita/ tujuan dan visi misi bernegara (NKRI). Dapat disebut titik temu, titik tumpu dan titik tuju konsensus bersama budaya hidup bernegara.
b. Bahwa saat telah ketemu/ merasakan/ menyadari hakikat wujud “[{PANCASILA (huruf a)} yaitu/ c.q. {angka 3, 4 dan 5 / BAB II}]”, seolah-olah (pada hakikatnya) sebutan PANCASILA menjadi tidak ada. Yang ada adalah wujud PANCASILA a quo. Dimana, sebutan PANCASILA, tulisan PANCASILA dan tulisan lima sila dalam pembukaan UUD 1945 [{angka 1 huruf a} / (huruf a)] a quo merupakan bagian kecil dari wujud PANCASILA a quo. Ibarat pasar telah ketemu wujudnya yaitu penjual, pembeli, barang yang diperdagangkan, sebutan/ tulisan PASAR dll (bukan lagi cerita pasar atau imajinasi tentang pasar). Mutlak, sebutan PANCASILA tidak dapat dibenturkan (digunakan sebagai alat penghancur) wujud PANCASILA a quo. Pada pokoknya “ada SEBUTAN” dan “ada WUJUD”. Misalnya tulisan lima sila (PANCASILA) a quo bagian dari UUD 1945 (pembukaan), tetapi UUD 1945 bagian kecil dari perwujudan PANCASILA. Sebaliknya, wujud PANCASILA c.q. HAM/ Kedaulatan Rakyat mutlak tidak dapat mengingkari PANCASILA (walaupaun sebatas sebutan PANCASILA). Mengingkari PANCASILA, hakikatnya mengingkari kehidupan diri sendiri YANG NYATA ini.
c. [Menunjuk (huruf a dan b)] a quo, dapat disimpulkan, bahwa :
i).Makna, tafsir, haluan dan wujud PANCASILA seutuhnya yang sah adalah [angka 1 huruf b, angka 2 (dua) dan 5 (lima)]. Bahwa, wujud PANCASILA pada/ sejak sejak 20 Oktober 2019 adalah [{angka 3 dan 4} / {BAB II}]. Inkrah, final, mengikat segenap bangsa Indonesia pada 20 Oktober 2019. Pada pokoknya, WAJIB terwujud REVOLUSI/ BELA NEGARA a quo.
ii).HAKIKAT WUJUD PANCASILA a quo, pada pokoknya :
(1).Yang ada adalah wujud uripe manusia (rakyat/ HAM) wis dumadi kelawan HIDUP (tan kinoyo opo yang abadi/ ajali) tiada/ tanpa sebutan apapun. Bahkan sebutan TUHAN, sebutan Allah, sebutan GUSTI, sebutan DEWA, sebutan Sang Hyang, sebutan agama, sebutan keyakinan/ kepercayaan, sebutan PANCASILA, sebutan NKRI, sebutan nasionalis/ religius/ atheis/ materialis/ liberalisme/ pluralisme/ radikalisme/ toleransi dll belum/ tidak ada. Yang ada HIDUP/ URIP a quo, bahkan sebutan HIDUP/ URIP pun tidak/ belum ada. Yang ada adalah kenyataan/ kesejatian wujud kehidupan tiap manusia a quo c.q. WNRI (NKRI), dunia internasional dan alam semesta seisinya (lembut tanpo jinuput ngebaki jagad wujud nyata kehidupan di bumi a quo). Yang ada adalah hidup/ kehidupan sepenuh langit dan bumi a quo.
(2).Melekat/ pada wujud kehidupan [{angka 1 (satu)} c.q. dengan wujud rakyat / manusia/ HAM/ kedaulatan rakyat] a quo membutuhkan sesebutan yang presisi sebagai bangsa “manusia”. Yaitu ASMO (Mas/ Mak nama masing-masing a quo) wujud jasad manusia di muka bumi (manunggal gaib dan nyata, ibarat ratu kembar). Atau kehidupan jasad manusia bersama HIDUP sejati a quo (manunggal kefanaan dan keabadian hidup ora campur) wujud nyata hidup di muka bumi a quo. Jasad bersifat fana mengalami tua, sakit dan mati (akhirnya membusuk, unsur tanah, air, udara dan api kembali pada asalnya masing-masing). Sedangkan ASMO adalah jagad ageng ora turu ora mangan ora ngombe, jujur/ ora goroh tan kinoyo opo yang dapat disebut uluhiyah urip. In casu, sebelum ada/ tanpa sebutan pun hidup a quo given kasih sayang sesama yang hidup dan membutuhkan/ mewajibkan terwujud saling relasi/ komunikasi dilandasi kesadaran akan kebutuhan bersama saling melengkapi dalam mengatasi permasalahan kehidupan di muka bumi. Bersama given kasih sayang a quo, bahkan RAJA HUTAN sekalipun tidak membunuh anaknya sendiri. Sepasang burung merpati senantiasa menjaga anaknya sejak bertelur hingga mampu mandiri.
Wujud ketela pohon hidup dengan kasih sayang/ ikhlas wal mukhlison tumbuh berdikari menghasilkan singkong dan memberi manfaat (rahmat) bagi siapapun yang ingin menikmati tanpa memandang suku, ras, agama, keyakinan/ kepercayaan dan status sosial/ ekonmi/ politik dll pangkat/ martabat duniawi. Jasad manusia adalah wujud kehidupan di muka bumi yang paling sempurna. Hanya bersama (beriman/ bertaqwa/ yakin) pada ASMO/ URIP a quo, jasad a quo menjadi bangsa manusia dan lebih mulia derajat budaya hidupnya dari pada kehidupan binatang dan tumbuhan a quo. Bangsa manusia senantiasa merasakan hidup dipenuhi ketentraman, kesejahteraan dan kebahagiaan (hidup senantiasa bersyukur/ mensyukuri atas segala nikmat yang dirasakan, jauh dari rasa iri/ dengki/ benci/ dendam dll dengan tetap sadar akan tanggung jawab/ kewajiban menuntaskan amanat hidup sebagai bangsa manusia sebagai karma kehidupan diri sendiri).
ASMO a quo adalah hidup SATU UNTUK SEMUA (rahmatan lil alamiin/ melekat jiwa/ spirit kemanusian yang adil dan beradab) dan nyata (bukan narasi, bukan cerita, bukan fiksi dan bukan imajinasi tentang hidup/ kehidupan). ASMO a quo nyata telah/ sedang memberi manfaat bagi kehidupan c.q. tiap manusia TANPO PITUNGAN. Sedang bagi jasad manusia yang tidak mengenal/ yang ingkar pada jati dirinya sebagai manusia, maka derajatnya jauh lebih rendah dari binatang a quo. Wujud jasad manusia yang hanya menghadirkan budaya hidup perilaku jasad (ucapan, pikiran dan tindakan) dipenuhi/ menjalankan nafsu KOTOR angkara/ iri/ dengki/ dendam/ serakah belaka a.n. (kebaikan/ kejahatan, kebenaran/ kemungkaran bahkan a.n. agama, TUHAN, Allah Yang Maha Suci). Bertindak a.n. hak asasi tetapi tidak mengetahui/ buta batasannya terhadap hak asasi pihak lain dan tidak mengetahui/ buta batasannya terhadap hak asasi bersama bahkan buta pada tanggung jawab/ kewajiban sebagai manusia yang membawa amanat hidup. Kehidupan hewani a quo hanya menghadirkan kejahatan, termasuk extra ordinary crime KORUPSI, NARKOBA, TERORISME dll Uripe ngeyel, mekso, goroh didorong syahwat duniawi seolah-olah duniawi a quo segalanya dan atau seolah – olah tidak membutuhkan duniawi demi akherat yang menipu/ fatamorgana/ semu/ halusinasi pikiran/ bayangan belaka. Budaya hidup yang dipenuhi nafsu pemberontakan bersumber dari ngresulo/ tidak puas dan dendam (sebab awalnya adalah tidak tercapainya kekarepan hawa nafsunya sendiri bersama PIKIRAN KOTOR keluar diri menyalahkan pihak lain yang sebenarnya menipu diri sendiri). Pada skala negara bangsa, nafsu a quo mewujud menjadi DIKTATOR hingga adanya PERANG DUNIA dengan persenjataan supercanggih. Sebabnya, hidup tidak mengenal jati diri bertemu keadaan obyektif melindungi diri dari ancaman angkara/ saling menjajah (memangsa). Kehidupan hawa nafsu hewani a quo adalah kehidupan yang dipenuhi pedoman SEMUA UNTUK SATU [Saya yang PALING. WAJIB saya KUASAI. Wajib saya atur. POKOKE AKU. LAINNYA wajib tunduk atau MATI, TITIK]. Keras hati, tinggi hati, besar kepala dll,
(3). Pokok inti [angka (1) dan (2)] adalah “Hidup (abadi/ jagad ageng/ lembute urip ngebaki jagad tan kinoyo opo / YANG ESA a quo) / urip jasad (fana/ jagad alit yang berbeda-beda)” wujud kehidupan nyata di muka bumi yang mutlak berbeda-beda c.q wujud paling sempurna yaitu “MANUSIA (SATU/ TUNGGAL)/ Kemanusiaan”. WUJUD bhinneka tunggal ika/ wujud Ketuhanan Yang Maha Esa. In casu :
(a). Given kebenaran/ keadilan/ kejujuran sejati yang tidak mengenal (jenis kelamin, cinta, senang, benci dll). Hanya ada kebenaran/ kejujuran/ keadilan sejati HIDUP itu sendiri tanpa sebutan.
(b). Given kehendak kasih sayang a quo yang mewujud pada kehidupan fana adalah/ yaitu berpasang-pasangan. Laki-laki dan wanita, masalah dan solusi, pertanyaan dan jawaban dll dengan berbagai versi pernik-pernik kehidupan di alam gumelar di bumi.
(c). Dari saripati unsur duniawi (tanah, air, udara dan api) a quo :
- Given kehendak bebas, bahkan menyendiri/ memisahkan diri.
- Given keakuan/ kesombongan/ keangkuhan/ angkara.
- Given kehendak akan kesatuan/ persatuan/ bersama-sama.
- Given kehendak saling menegasikan dan saling mengakui.
(d). [Bahan baku kehidupan {huruf (a), (b) dan (c)] a quo mewujud kehidupan manusia dengan segala sifat, kehendak, pemikiran dan perilaku masing-masing sebagaimana kenyataan sekarang ini (di seluruh dunia c.q. NKRI dengan berbagai persoalan kehidupan).
(e). [Menunjuk huruf (d)] a quo, manusia terseret dua tarikan pada satu tarikan nafas yaitu “kehendak bersama dan kehendak berpisah”. “kehendak bersatu dan kehendak merdeka” hingga pada derajat paling kecil (atom/ bakteri). Pada skala negara bangsa berada pada tarikan “otonomi dan sentralistik”. Bahkan negara maju AS, Jerman, Turki dll masih membutuhkan NATO dan/ atau UNI EROPA. RUSIA, CHINA dan KORUT masih menghendaki kerjasama membangun kebersamaan. Betapapun demikian, selalu ada istilah gerakan “SEPARATIS”, PAPUA MERDEKA, TERORISME, pemekaran wilayah otonomi daerah dll dan/ atau masih terjadi perdebatan tentang HAM/ demokrasi. Pada pokoknya, dari, oleh, untuk MERDEKA (BERDAULAT), BAHAGIA dan DAMAI seutuhnya/ sebenar-benarnya yang karena tersesat jalan berada pada kekacauan hidup a quo.
(f). SOLUSINYA adalah REVOLUSI jati diri (ASMO) a quo ditambah dengan SOLUSI BUDAYA dari siapapun yang terbaik bagi/ sesuai permasalahan yang dihadapi. ASMO a quo sebatas SOLUSI inti pada/ untuk integritas pribadi masing-masing manusia. SOLUSI lainnya wajib dilakukan dengan musyawarah/ perundingan untuk mufakat sebagai bangsa manusia a quo. Melindungi diri sebatas mengandalkan/ adu kekuatan senjata canggih/sewenang-wenang, tidak lebih mulia dari penghuni hutan rimba yang saling adu kekuatan senjata (taring, racun dll). Tidak ada kehebatan apapun karena bukan manusia. Betapapun, ditengah-tengah pamer kekuatan/ kekuasaan a quo masih ada semut. Rakyat biasa yang kadang menentukan akhir peperangan.
(4). Sebagian kecil dari wujud [angka 2 dan 3] a quo adalah wujud [{HAM/ Kedaulatan Rakyat a.n. (Qadaruddin Fajri Adi, STP, M.Sc jo Bpk. Mujais) hasil pemilu 2014/2019}/ {kehidupan a.n. Qadaruddin Fajri Adi jo Mujais) di alam fana/ gumelar duniawi}] c.q. wujud konsensus budaya hidup bersama bernegara. YAITU [PANCASILA (Agenda Presiden RI No: 197P-YRS0C4)] a quo. Inkrah, final, mengikat segenap bangsa Indonesia dan internasional a quo pada 20 Oktober 2019.
d. [Menunjuk huruf c] a quo :
i). Substansi PANCASILA adalah “HIDUP c.q. bangsa manusia” a quo. Lainnya adalah wujud nilai-nilai luhur (adiluhung) bangsa manusia a quo.
ii). Wujud [romawi i)] / jika diadakan, pada pokoknya yang ada adalah :
(1). Manusia c.q. wnri (rakyat) dengan ASMO masing-masing a quo. In casu, tiap manusia dapat menempuh perjalanan RUHANI dan/ atau melanjutkan perjalanan BUDAYA (peradaban manusia a quo) sesuai keyakinan/ keimanan masing-masing. Pada puncak derajat RUHANI (jalan ASMO a quo), yang ada hanya ASMO hingga tiada ASMO dan yang ada hanya HIDUP/ URIP tiada sebutan apapun [manunggal pada alam keabadian/ kebenaran/ keadilain sejati hidup yang kekal abadi a quo]. In casu, JALAN SUNYI (NDEWE)/ RUHANI yang menghadirkan buah BUDAYA kehidupan nyata bangsa manusia di muka bumi. Sedang puncak prestasi jalan kehidupan duniawi/ budaya (JALAN RAMAI KEHIDUPAN DUNIAWI) semata, yang ada adalah wujud “gemerlap/ kehebatan/ kemajuan duniawi sebagaimana jaman ini” yang tidak serta merta menjamin/ tidak memastikan keselamatan hidup manusia sejak di dunia [TIDAK wujud kebahagiaan/ kedamaian/ kemerdekaan hidup dengan sebab LUPA/ INGKAR pada ASMO a quo].
TANPA ASMO a quo, betapapun capaian kehidupan duniawi a quo [capaian (kekayaan, jabatan, wanita dll)] a quo sebatas mencukupi kebutuhan/ kehendak mencicipi kenikmatan duniawi melekat komplikasi permasalahan (hakikatnya adalah suatu penderitaan) yang seolah tiada ujung/ tiada akhir (diakhiri/ terpaksa berakhir dengan kematian jasad dan ternyata masih ada hidup setelah kematian jasad yaitu perjalanan pertanggung jawaban RUH/ ROH / JIWA saat hidup di alam duniawi a quo). Falsafah jawa mengatakan “yang dibutuhkan hanya sesendok/ sesuap nasi”, lainnya hanya permainan duniawi. Sing penting ISO MULIH, ojo kesasar dalan. Falsafah agama mengatakan bahwa seluruh amal manusia mubadzir/ sia-sia pada akhirnya jika tidak memenuhi kualifikasi AMAL SHOLEH sebagai bekal hidup di keabadian a quo (capaian duniawi sangat penting c.q. membebaskan karma keinginan menikmati/ cita-cita duniawi, tetapi mati tidak dibawa dan hanya AMAL SHOLEH yang terbawa bersama jiwa/ ruh setelah kematian JASAD a quo). In casu, semuanya kembali pada kehendak manusia.
HANYA bersama ASMO (kebenaran/ keadilan/ kejujuran sejati) a quo, terwujud [{RUHANI dan BUDAYA (buah ruhani)} pada manusia dan NYATA (utuh)] untuk berlomba-lomba membangun peradaban manusia sehebat mungkin di muka bumi c.q./ termasuk integrasi sumberdaya kekayaan alam/ keuangan dll bagi sebesar-besar kemakmuran. Itulah qadrat iradat hidup/ kehidupan.
(2). PANCASILA a quo [{wujud kedaulatan NKRI (satu paket PANCASILA dan Presiden RI) / (BAB II)} hasil pemilu a quo] sebagai konsensus bersama bernegara segenap rakyat/ wnri [angka (1)] a quo. Khususnya. Termasuk fakta hukuk publil pada/ sejak tempos 20 Oktober 2019 (wajib wujud REVOLUSI a quo). In casu, bangsa Indonesia dapat melanjutkan perjalanan bernegara secara sah bagi tercapainya tujuan universal manusia (pembukaan UUD 1945). Ikut serta membangun peradaban manusia sehebat mungkin bagi seluruh umat manusia.
(3). Dengan wujud [angka (1) dan (2)] a quo, seolah-olah/ dapat dikatakan PANCASILA menjadi tidak ada a quo yaitu [huruf c] a quo. Secara sederhana bahwa pada/ sejak tempos 20 Oktober 2019 a quo, yang ada adalah “RAKYAT (HAM) dan WAJIB WUJUD REVOLUSI a quo”.
iii). Bahwa :
(1). Hakikat ASMO a quo :
(a). Adalah solusi universal bagi kehidupan umat manusia (termasuk solusi bagi perdamaian dunia) c.q. solusi bagi bangsa Indonesia. Yaitu mulai dengan REVOLUSI jati diri WNRI (berdasarkan PANCASILA) a quo. Keyakinan/ keimanan jasad yang menghadirkan/ menghasilkan budaya jasad hidup saling kasih sayang, saling memerdekakan dan tidak saling menjajah a quo.
(b). Bahwa ASMO a quo adalah JALAN NDEWE/ RUHANI. JALAN kesejatian hidup tiap manusia [(rahasia paling pribadi manusia dengan HIDUP, tiada sebutan apapun) dan menghadirkan (wujud budaya kehidupan jasad/ perilaku manusia di muka bumi)]. Ibarat penyakit kronis, ASMO a quo sebatas OBAT [SELESAI/ TITIK]. Selebihnya, kembali pada kehendak manusia itu sendiri. Segala manfaat/ kerugian dan tanggung jawab perilaku jasad/ manusia, kembali pada tiap manusia sendiri (bukan ASMO). Soal kaya dll capaian duniawi, yang penting bekerja (kelawan ASMO atau TIDAK) kekayaan itu terikat hukum nyata kehidupan. ASMO adalah jalan keselamatan hidup sejati derajat bangsa manusia.
(c). Jalan [clearing/ cleaning dan installing (takhalli/ tahalli/ /tajallii)] dejarat hidup bangsa manusia [Jalan (budaya dan ruhani)] wujud nyata kehidupan di bumi. Yaitu dengan istiqamah, riyadhoh dan dzikir. BUAHnya adalah budaya hidup nyata sebagai manusia.
(d). Revolusi jati diri (ASMO a quo), kembali sepenuhnya/ melekat pada HAM masing-masing (tidak ada paksaan), termasuk tidak ada keterkaitan dengan REVOLUSI ketatanegaraan (pelimpahan kekuasaan Presiden RI kepada Presiden RI Bapak Mujais satu paket SI MPR RI a quo). Sebaliknya, revolusi ketatanegaraan a quo mewajibkan terwujud revolusi jati diri wnri sebagai bangsa manusia a quo. Revolusi jati diri bersifat independen/ universal bagi siapapun yang menghendaki kebahagaiaan/ ketentraman hidup. Buah hasil revolusi jati diri a quo adalah untuk diri sendiri, keluarga dan umat manusia c.q. bangsa Indonesia.
(2). Hakikat [BUDAYA (kehidupan fana/ nyata di muka bumi) c.q. WNRI] :
(a). Tangung jawab jasad manusia sendiri untuk menyelesaikan/ menuntaskannya. Semuanya adalah karma perilaku kehidupan jasad mulai LUPA pada ASMO a quo (ribuan tahun kehidupan).
(b). Solusinya mulai REVOLUSI jati diri hidup kelawan ASMO a quo. In casu, mewajibkan perjuangan/ pengorbanan (waktu, raga, rasa dan harta) sesuai dengan beban/ derajat karma kehidupan dan cita-cita tiap manusia. Mewajibkan bersama revolusi jati diri a quo adalah iman, sabar, temen, nariman, loman dan ikhlas hingga wujud jati dirinya masing-masing sebagai manusia sesuai dengan kehendak/ cita-cita masing-masing. Hingga merasakan makna hidup masing-masing setiap saat sebagai manusia dengan menerima apa adanya/ ridho [penuh rasa syukur (DAMAI)].
(c). ASMO wis dumadi kekal/ abadi tidak membutuhkan JASAD (fana). Sebaliknya JASAD terikat tanggung jawab menyelesaikan karma dan membutuhkan ASMO a quo bagi yang yakin/ percaya. Pada akhirnya, tinggal TANGGUNG JAWAB jasad tiap manusia c.q. wnri menghendaki REVOLUSI a quo atau TIDAK. KAREP OPO ORA. JUJUR OPO ORA. Kebenaran sejati a quo yang mengadili. Pasti berdampak pada kehidupan universal manusia.
Untuk file pdfnya dapat di download di . Terkait detail hukum lainnya yg lengkap silahkan diakses melalui atau .
Baca Juga : Mandat Hukum Hasil Pemilu 2014/2019 Terkait Ideologi Ketuhanan Yang Maha Esa