DOPANDEHAO WUTO mengajarkan kita agar dapat Mengukur kemampuan diri, mengetahui kekurangan atau kelebihan, serta menyadari kapasitas dirinya. Akibatnya kita tidak mudah untuk merasa pintar, sombong, selalu berkata jujur, tidak mudah untuk mencaci maki sesama dan punya tata krama yang baik di masyarakat. Tingkat falsafah Muna “Dopandehae Wuto” pada hakikatnya merupakan Konsep Tauhid Islam” pertama yang mesti kita pahami secara mendalam karena dia sarat makna. Akan sukar kalau di terjemahkan pada teks kata saja sebab di atas kata punya rasa.
Dopandehae Wuto mengajarkan kita secara mendalam untuk mengenal hakikat diri mulai dari penciptaan hingga tujuan kita memilih dan terpilih menjalani kehidupan. Di mana diri tersusun dari bentuk zahir yang disebut jasad memuat akal dan hawa nafsu serta bentuk bathin yang tersusun dari satu-satunya unsur Tuhan “Ruh” yang melekat pada diri. Kaitannya dengan itu, dalam pemaknaan Islam, jika kita telaah lebih jauh maka kita akan menemukan tiga pembentuk unsur atau pencipta utama manusia yakni:
-Jasad/Fisik
Bersumber dari sari pati tanah yg terolah dalam bentuk makanan/minuman serta butuh kontribusi manusia di dalamnya melalui hubungan Suami-Istri. Bentuk hidung, wajah,suara dan lainnya adalah perwujudan genetik dari ayah/ibu tau kakek/nenek bahkan buyut kita. Jika ada anak yg kurang mirip fisik sama ayah/ibunya bisa jadi kemudian dia serupa sama kakek/neneknya
(QS. Al-Mu’minun :12-14).
Al-Mu’minun : 12
وَلَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ مِن سُلَٰلَةٍ مِّن طِينٍ
Arti : Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
Al-Mu’minun : 13
ثُمَّ جَعَلْنَٰهُ نُطْفَةً فِى قَرَارٍ مَّكِينٍ
Arti : Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
Al-Mu’minun : 14
ثُمَّ خَلَقْنَا ٱلنُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا ٱلْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا ٱلْمُضْغَةَ عِظَٰمًا فَكَسَوْنَا ٱلْعِظَٰمَ لَحْمًا ثُمَّ أَنشَأْنَٰهُ خَلْقًا ءَاخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ ٱللَّهُ أَحْسَنُ ٱلْخَٰلِقِينَ
Arti : Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.
Dan berapa ayat Quran juga keterangan hadist lainnya yang dengan jelas membahas proses terbentuknya sebuah jasad.
-Hawa Nafsu/Nafsu
Sama laiknya dengan jasad, nafsu juga bersumber dari kolaborasi hubungan manusia yg diturunkan saat anak proses pembentukan atau telah masuk masa kandungan. Perkara asal muasal nafsu meski tidak sedetail penjelasan terbentuknya jasad, akan tetapi saya mengamini bahwa dia sepaket pada pembentukan jasad itu sendiri. Dia bersifat ghaib tapi tanpa disadari wujud dalam diri manusia. Keinginan makan, minum, tidur, marah, sabar, dan lainnya dipengaruhi oleh adanya “Hawa Nafsu”. Itulah mengapa beberapa sifat marah, pola makan dan lainnya turun pada diri seorang anak dari ayah-ibunya atau tetesan genetik keturunan sebelumnya.
– Ruh.
Jika membahas soal unsur yg satu ini kadang mengundang sesuatu yg kontroversi, sebab banyak yang enggan untuk membahasnya. Karena berpendapat bahwa ini adalah wilayah ghaib yang sukar ditembus oleh olah pikir manusia.
Tapi bagi saya pribadi justru inilah yang menjadi bagian terpenting dari proses penciptaan manusia, yang kadang kita sering melupakannya. Dialah “Cahaya Suci Tuhan” yang langsung di tiupkan selama kurang lebih 2 bulan di alam kandungan sang ibu (QS. As-Sajdah : 7-10)
Cahaya Tuhan atau Ruh Illafi ini adalah bagian utama dalam diri manusia yang tidak dimilik mahluk hidup lainnya. Ruh Illafi atas pemahaman pribadi merupakan percikan Nur Allah di luar Nur Muhammad yang diberikan langsung oleh Tuhan itu sendiri tanpa perantara dan urun tangan manusia seperti proses terbentuknya jasad dan nafsu.
“Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh-Ku (QS. Shaad, 38 :72).
Dialah Tuhan yang menghidupi dan membimbing setiap jiwa manusia di kala manusia telah mampu meredam amarah nafsu dirinya. Dialah pembawa sifat suci yang terus mencoba mengarahkan kita dalam berbuat kebaikan. Dialah imbangan dari nafsu ketamakan manusia yang tanpa arah. Intuisi hati untuk berbuat baik tanpa kita sadari bersumber darinya. Dialah Tuhan pada setiap nama kita masing-masing yang membawa sifat Taqwa.
Dalam kajian ilmu ta’sawuf yang beberapa kali saya dapati menganggap bahwa “Ruh” ini sejatinya adalah ” Tuhan” itu sendiri dalam arti bukan seutuhnya Tuhan seperti Tuhan yang Maha Kuasa yg selalu kita sembah. Meski demikian Dialah satu-satunya zat yang langsung sambung pada zat utamanya yakni Tuhan yang Maha Kuasa.
Dalam Islam kita menyebutnya “Allah SWT”, meski sejatinya sebelum sebutan “Allah SWT” atau sebutan Tuhan lainnya itu ada, Tuhan telah ada. Dan kontrak manusia di dalam alam kandungan adalah dengan “Rabb, Tuhan Pencipta Alam Semesta” sebelum ada atau di atas nama Tuhan (QS.A-Arafl : 172) “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.
Beranjak dari pendekatan rasa inilah kemudian “Syaikh Sitti Jenar” menguat prinsip tentang “Manunggaling Kawula Gusti” sejaitnya Tuhan bukan sejatinya manusia “Insan yang Kamil”. Sehingga menganggap dirinya sebagai “Tuhan” secara utuh tanpa membatasi bahwa selain itu ada unsur lain manusia yakni “Nafsu dan Jasad” . Secara tidak langsung dari konsep itu dia mengesampingkan keberadaan dua unsur tersebut. Meski demikian itulah proses kehidupan yang beliau lalui. Bisa jadi kemungkian kita keliru memahami apa yang beliau yakini atau kita salah menafsir perkataan lisan, lakon hingga rasa dari beliau.
Sejatinya pemahaman ini telah di ajarkan oleh Quran dalam kajian keIslaman atau agama lainnya. Ketika berpedoman pada Quran, maka dapat kita cermati pada beberapa ayat berikut: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. (Q.S. Al-Baqarah (2) : 186)”
Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.(Q.S. Al-Hadiid: 4)
Dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (Qs. Qoff : 16 )
Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ruh sifat-Nya ke dalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur (QS. Sajadah, 32:9).
Ruh Illafi yang satu-satunya melekat pada Ciptaan Tuhan bernama “Manusia” inilah prinsip dasar “Dapandehae Wuto” dengan sebutan nama masing-masing merupakan “Tauhid Pertama” yang meski kita pahami tanpa menafikkan hadirnya jasad dan hawa nafsu yang telah satu dalam diri. “Siapa yang mengenal dirinya maka dia akan mengenal TuhanNya”.
Itulah yang menjadi alasan mengapa kita perlu melakukan ibadah-ibadah syariat laiknya shalat, puasa, zakat serta perkara syariat lainnya. Dengan maksud agar Cahaya Tuhan yang sudah inhern ini mampu mendominasi dalam diri sehingga wujud menjadi perbuatan taqwa habluminannas di setiap aktivitas bersosial masyarakat (QS Al-Syams [91]: 7-10). Dan dia menjadi lebih aktif ketika pasword Nama Tuhan yang luruh dalam setiap Nama Manusia selalu kita sebut (QS.Thaha:14), Innani Annaullaha. Sesungguhnya Aku ini Allah/Tryas Kang Sejati.
Memulai dengan memberikan izin pada diri dengan menyebut namanya(nama kita) dalam setiap aktivitas yang kita kerjakan. Perilaku dimaksud bisa kita dapati pada aktivitas budaya Muna baik itu baca-baca, doa, zakat hingga adat Muna lainnya. Nama adalah kunci yang selalu di minta oleh Tetuah Muna untuk membuka gerbang kehidupan agar sambung langsung pada Tuhan Yang Maha Esa. Misal Tabea Mas Tryas Munarsyah Bin Alimin dalam Ruh dan Jasad, Ayo Makan atau Ayo Shalat. #Bismillah.
Kita boleh sepakat tau tidak sepakat terkait pemahaman tekstual serta tafsir Quran tersebut. Tapi keyakinan yang telah mantap atas narasi a quo dalam perjalanan pencarian hidup membuat saya menemukan sedikit rasa keberadaanNya dalam diri. Mengubah pola pikir dan hidup saya dalam memandang spritual keagamaan, keislaman tak terkecuali kebudayaan Adat Istiadat Muna yang sarat makna hakikat.
Tentunya hal ini butuh kajian dan pemahaman rasa yang lebih mendalam baik dari segi Islam atau Adat Istiadat Muna sendiri. Penjabaran maksud “Dapandehae Wuto” yang dikorelasikan dalam ajaran Islam itulah yang saya yakini hingga saat ini. Pesan Tetuah Muna dizamannya terkait pendalaman konsep “Dapandehae Wuto” pada pandangan di atas bagi saya adalah maksud yang ingin di ajarkan hingga ke anak cucu.
Ketika kita memahami hakikat falsafahnya dengan korelasi dari sisi ajaran Qurannya, maka akan mampu membimbing Mieno Wuna untuk dapat mengenal posisi dimana manusia itu berada, mengetahui di mana harus berbuat, tujuan terlahirnya untuk apa, kapan harus bertindak, dan memahami kapan harus diam bahkan hingga pada puncak tertingginya yakni mengetahui rasa terdalam yang ada dalam diri manusia.
Olehnya bagi diri pribadi maksud dari : “DOPANDEHAO WUTO” adalah falsafah tertinggi masyarakat Muna yang ingin menunjukkan “Ajaran Tauhid Islam Pertama” sehingga tercipta Mieno Wuna yang berahlaqul Karimah menjadi Insan yang Kamil, “Mie Wuna Metaano Podiu”.