Dalam beberapa diskusi dan kajian yg sempat saya ikuti terkait sistem pemerintahan yg Ideal untuk Negara Indonesia, maka saya berpendapat bahwa apa yg di tawarkan Bang Qadaruddin Fajri Adi yg merupakan Direktur Pandawa Institut, juga Eks Presiden Mahasiswa Universitas Gajah Mada ini, merupakan tawaran sistem tata negara yg sangat masuk akal, ideal, dan tentunya sesuai dengan perjalanan sejarah bangsa juga cita-cita luhur para pendirinya. Inilah bentuk kesempurnaan dari sistem tata negara Pancasila yg selama ini masih mencari bentuk Berikut tulisan beliau terkait penjelasan strukturalnya:
“Struktur/ Susunan Ideal Negara Republik Indonesia”
Dalam pidato 1 Juni 1945 terkait Pancasila, Bung Karno menyebut bahwa Pancasila sudah hidup di Indonesia. Ia mengaku hanya menggali dan menemukan sesuatu yang sudah ada dan menamainya Pancasila. Pancasila adalah pandangan hidup (weltanschauung) yang bersumber dari kekayaan budaya bumi Indonesia.
Pancasila juga merupakan norma dasar (grundnorm) yang dijadikan sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Hal ini secara eksplisit tertuang dalam UUD 1945 (preambule alinea ke-4) yang merupakan hukum (peraturan perundang-undangan) tertinggi di Indonesia (Pasal 2, Pasal 7 UU No. 12/2011), “…suatu pemerintahan Negara Indonesia yang …, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu susunan (struktur) Negara RI yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada PANCASILA”.
Sayangnya, saat diterjemahkan ke dalam pasal-pasal UUD 1945, apalagi setelah amandemen keempat, susunan kekuasaan Negara RI justru berkiblat ke Yunani (trias politica). Sementara, DNA kekuasaan di Indonesia berbentuk kerajaan (kekuasaan tertinggi adalah manusia bukan aturan). Jadi, trias politica justru keluar dari orisinalitas nilai-nilai luhur c.q. kekuasaan di Indonesia (Nusantara).
Kenyataan ini bisa dimaklumi sebagai perjalanan sejarah karena UUD 1945 (18 Agustus 1945) mulanya dimaksudkan hanya sementara. Mengingat, kebutuhan histori saat itu. Buktinya, dibentuk Badan Konstituante untuk membentuk UUD baru, pengganti UUDS 1950. Pada akhirnya, konstituante pun gagal mencapai titik temu hingga keluarlah Dekrit Presiden 1959, kembali kepada UUD 1945 (asli) dengan dijiwai Piagam Jakarta. Bung Karno sendiri sebenarnya sudah mulai mengakui DNA kekuasaan Indonesia yang kekuasaan tertingginya manusia, bukan peraturan. “Keliru”nya, Sukarno mengangkat dirinya sendiri sebagai Presiden seumur hidup. Masa jabatan Presiden seumur hidup adalah refleksi jabatan Raja di masa lampau yang merupakan susunan kekuasaan yang lazim di Nusantara, bukannya trias politica (aturan).
Oleh sebab itu, ijinkan saya menyampaikan susunan/struktur ideal Negara RI dengan mengacu pada [makna, tafsir dan haluan] Pancasila versi saya. Jika ternyata akhirnya menjadi hukum positif di Indonesia, Alhamdulillah. Jika tidak, anggap saja sebagai bagian dari sumbangsih khazanah pengetahuan dalam rangka penyempurnaan konstitusi kita dan wujud kecintaan terhadap Indonesia.
Pertama, kekuasaan tertinggi tindakan atas nama negara berada pada [{Kedaulatan rakyat, Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, dengan NAMA masing-masing dengan keputusan tertinggi berada pada MPR RI selaku lembaga tertinggi Negara RI} dan {Presiden RI (Kepala Negara RI dan hakim Pemutus Perkara pada Pengadilan/Mahkamah Negara RI (lembaga baru bagi Presiden RI sebagai hakim) dengan kekuasaan/ kewenangan Tidak Tak Terbatas/ BUKAN EKSEKUTIF)}]. Khususnya, Presiden RI BUKAN pemegang kekuasaan eksekutif.
Kedua, MPR RI selaku Lembaga/ Majelis Tertinggi Negara RI (bukan hanya House of Lord). Sedangkan DPR RI sebatas lembaga Majelis Rendah (House of Commons) dengan koordinasi Wakil Presiden RI (baca: Perdana Menteri/ Patih).
Ketiga, kekuasaan eksekutif dapat dilaksanakan oleh Wakil Presiden RI sebagaimana Perdana Menteri atau Patih dengan struktur sebagaimana Perpres No. 15 Tahun 2010.
Keempat, struktur Pemerintahan Negara RI sebagaimana peraturan perundang-undangan, ditambah [UPT Negara RI sebagai perwujudan satu pintu pelayanan rakyat by name by address, Koperasi Indonesia (Lembaga Moneter berkedaulatan rakyat di tingkat Negara) dan Pengadilan/ Mahkamah Negara RI (Lembaga Kehakiman tertinggi dengan Presiden selaku hakim)].
Kelima, struktur dan penyelenggaraan kekuasaan/ kewenangan Pemerintahan Negara RI (I-IV), berada di bawah kekuasaan/ kewenangan tertinggi negara yaitu kekuasaan/ kewenangan KEDAULATAN RAKYAT. Tidak boleh atas nama kekuasaan, ujug-ujug merugikan kedaulatan rakyat.
Keenam, bentuk NKRI sebagaimana dimaksud [Pembukaan, Pasal 1, Pasal 33 UUD 1945] adalah [JEJARING OTONOMI/ KEDAULATAN EKONOMI (fiskal/ moneter) Small Area dalam bingkai Kedaulatan Hukum Negara RI Supremasi Keadilan, Jejaring Participatory Local Social Economic Development (PLSED). Semacam Jejaring (Otonomi/ Kedaulatan) Tanah P(m)erdikan di bawah payung hukum Kedaulatan Kerajaan Majapahit. Pemerintah Pusat hanya sebagai penyelaras/ dinamisator.
Ketujuh, kekuasaan/ kewenangan eksekutif dipilih secara langsung (PEMILU), sedangkan penetapan Presiden RI (Kepala Negara RI) merupakan kewenangan MPR RI selaku lembaga tertinggi Negara RI satu paket menerima mandat kedaulatan rakyat segenap bangsa Indonesia.
Demikianlah sekilas struktur ideal Negara Indonesia yg ditulis oleh salah satu Dosen di STIE Hidayatullah tersebut. Jika kita melihat pada posisi Presiden/Kepala Negara maka kita akan mendapati bahwa wewenangnya tidak jauh berbeda bahkan sama dengan Kepala Negara di sejarah bangsa( kerajaan) dan apa yg Baginda Rasulullah Muhammad SAW contohkan.
Di mana Kepala Negara hanya berwenang mendudukan Keadilan Hukum dan Ekonomi. Dia ibarat Raja pada masa perjalanan sejarah bangsa yakni Sistem Kerajaan tak terkecuali yg pernah menjadi usulan Soekarno di Era Demokrasi Terpimpin. Kepala Negara adalah Hakim Tertinggi Negara Pemutus Perkara serta Bendahara Tertinggi Negara yg punya kewenangan atas Keuangan untuk seluruh kepentingan rakyat by name by adress tapi tidak untuk dirinya dengan masa kepemimpinan Seumur Hidup. Wewenang Baginda Rasulullah Muhammad SAW dengan masa kepemimpinan dan proses pemilihannya pun demikian adanya.
Itulah yg disebut Semi Kerajaan/Monarki Konstitusi atau Khilafah ajaran Baginda Muhammad SAW karena masa kewenangan Presiden/Kepala Negara yakni Seumur Hidup, tapi tidak tidak di pilih berdasarkan basis keturunan namun melalui Musyawarah Mufakat/Syuro oleh MPR-RI (Lembaga Tertinggi) yg dalam Islam disebut Ahlul Wali Wal Aqdi.
Struktur Negara pada penjelasan di atas, tentunya masih menjadi tawaran yg perlu di pertimbangkan bersama untuk kemashlahatan bangsa dan negara. Tapi kalau bukan seperti ini modelnya apakah teman-teman/ustad/negarawan/politikus punya tawaran lainnya? Jika ada dan berkenan, ada baiknya kita bedah bersama dan diskusi.
[…] Yang pasti, ini bukan lagi demokrasi. Tentu tak layak bicara ‘demokrasi’ juga sesuai Islam. Melainkan harus mahfum membaca jaman. Karena selepas okhlokrasi, akan kembali pada monarkhi. Kepemimpinan yang melekat pada personal rule. Bukan lagi system rule. Dr. Ian Dallas telah memberikan tuntas, yang mungkin ini sejalan pada tulisan saya sebelumnya terkait sistem negara “Negara Indonesia Baiknya Semi Kerjaaan/Monarki Konstitusi “ […]